Senin, 26 Desember 2011

10 Kerusakan Merayakan Tahun Baru Masehi


Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram.

Perlu diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha”.”[2]

Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah menjelaskan bahwa perayaan tahun baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari raya) yang tidak disyariatkan karena hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Menentukan suatu hari menjadi perayaan (‘ied) adalah bagian dari syari’at (sehingga butuh dalil).[3]

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”[4]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[5][6]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru

Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun.

“Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.

Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat (bermain petasan dan lainnya), mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata,  “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”[7]

Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam

Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”[8]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu

Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.[9] Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat

Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[11]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[12] Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina

Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan  jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin

Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[13]

Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[14] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan

Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!  Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),  “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga

Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15] Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[16]

Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[17]

Wallahu walliyut taufiq.

Sabtu, 24 September 2011

SEKELUMIT TENTANG MORAL PELAJAR


Dunia pendidikan Indonesia sampai saat ini masih kelabu. Dulu hingga sekarang siswa sering tawuran. Masih terngiang di telinga kita pada 4 bulan yang lalu sering terdengar kebocoran soal-soal ujian nasional. Kasus-kasus rekaman video amoral pun sering terjadi. Padahal, mereka aset bangsa yang sangat potensial dan mahal harganya.
Pada pundak merekalah masa depan keberlangsungan republik ini diamanahkan. Oleh karena itu, pembinaan melalui jalur pendidikan menjadi sangat penting sebagai usaha persiapan mereka menjadi generasi penerus yang kompetitif di masa depan.
Namun, kasus-kasus seperti di atas tadi seakan menegasikan hal itu. Kalangan pelajar justru semakin jauh dari aktivitasnya sebagai anak didik. Pelajar lebih sibuk mempersiapkan diri menghadapi tawuran atau minimal berpikir agar selamat dari tawuran.
Mereka juga sibuk dengan perang pergaulan. Mode menjadi perhatian, lagu-lagu terbaru menjadi lebih menarik ketimbang sastra, fisika, atau matematika. Malah lebih parah lagi kini pelajar diracuni dengan pornografi dan pornoaksi yang terselip rapi di ponselnya masing-masing.

Dampak globalisasi
Permasalahan para pelajar berakar pada kran globalisasi yang semakin terbuka lebar. Arus deras informasi dan jaringan komunikasi menjadi sedemikan cepat. Bahkan, berbagai informasi kini semakin mudah dan murah dijangkau yang pada titik kritisnya informasi terakses cepat tanpa filterisasi.


 
Globalisasi yang memiliki dua sisi mata uang (positif dan negatif) juga menjadi penyebab infiltrasi budaya tidak terbendung. Budaya-budaya sedemikian cepat dan mudah saling bertukar tempat dan saling memengaruhi satu sama lain. Termasuk budaya hidup Barat yang liberal dan bebas merasuki budaya ketimuran yang lebih cenderung teratur dan terpelihara oleh nilai-nilai agama.
Kenyataan tersebut sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah bila kita memiliki ketahanan yang cukup. Artinya, dalam konteks dunia pendidikan, pelajar kita memiliki fondasi yang kuat tentang agama, moral, dan budaya kita sendiri sehingga budaya-budaya baru yang kontraproduktif bahkan destruktif tidak dengan mudah memengaruhi gaya hidup para pelajar kita.
Akan tetapi, realitas berbicara lain. Para pelajar kita rupanya belum siap menghadapi itu semua. Mereka ternyata belum siap dengan konsekuensi globalisasi. Apalagi bila melihat kenyataan bahwa langkah-langkah antisipatif dalam memperkuat kekuatan mental dan rohani mereka sebagai benteng moral sedemikian rapuh. Ini bisa kita lihat dari persentase kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran agama di sekolah-sekolah.


Seorang pakar pendidikan, Arief Rahman Hakim, berpendapat bahwa pola serta kurikulum pendidikan di Indonesia tidak memadai untuk mengarahkan moral pelajar. Misalnya saja tidak ada titik temu antara pelajaran pendidikan agama dan kenyataan di lapangan. Itu terbukti persentase KBM pelajaran agama hingga saat ini masih sangat minim. Rata-rata di setiap sekolah hanya mengalokasikan dua jam pelajaran tiap pekan untuk mata pelajaran ini.
Belum lagi kenyataan yang membuktikan bahwa pelajaran agama yang diberikan pun hanya sebatas teori yang kurang aplikatif. Pendidikan keberagamaan yang baik sejatinya berimplikasi positif pada moralitas yang kemudian tecermin dalam aktivitas sehari-hari. Inilah mengapa moralitas para pelajar kita sangat berkaitan erat dengan bagaimana pendidikan agama yang mereka ikuti di sekolah-sekolah, selain pengayoman orang tua di rumahnya masing-masing.

Suasana agamis di sekolah
Para ahli pendidikan hampir bersepakat bahwa kegiatan pendidikan bisa dikategorikan pada tiga, yaitu formal, nonformal, dan informal. Melihat hal ini, maka sebenarnya setiap pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan khususnya sekolah memiliki peluang dan kesempatan yang besar dalam memaksimalkan pendidikan agama sekaligus pendidikan moral bagi para pelajar.


 


Kegiatan pendidikan keagamaan tentu tidak hanya bisa dilakukan di dalam kelas. Namun, juga bisa di luar kelas tanpa mengganggu alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran lain. Bila kegiatan pendidikan nonformal, semisal penelitian biologi dan fisika saja bisa, maka agama pun tidak mustahil dilakukan.
Titik tekan dari upaya optimalisasi kegiatan belajar nonformal atau luar kelas ini tentu saja dalam rangka mendidik pelajar kita dalam menghayati nilai-nilai agamanya sehingga benar-benar menjadi sesuatu hal yang aplikatif. Pemahaman pelajar tentang pelajaran agama seharusnya tidak hanya dinilai di atas kertas, tetapi juga dalam tingkah laku nyata. Ini karena agama juga layaknya mata pelajaran lain. Agama bukan sekadar teori, tapi juga praktik.
Sekolah adalah sentral kegiatan generasi pelajar kita. Optimalisasi pendidikan keagamaan yang berlangsung pada keduanya menginvestasikan nilai-nilai kebajikan dalam moralitas para pelajar kita. Dari moralitas yang didasari pemahaman keagamaan yang baiklah diharapkan muncul sosok-sosok muda berseragam sekolah yang berperilaku mulia dan memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ikhtisar:
- Pelajaran agama di sekolah-sekolah sangat minim, hanya dua jam setiap pekan. 
- Perlu kebijakan yang bisa memperkuat akhlak para pelajar. 
- Orang tua dan pihak sekolah harus mampu menjalin hubungan yang sinergis dan harmonis.

Senin, 29 Agustus 2011

Petunjuk Nabi Dalam Shalat ‘Ied

 


  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menunaikan shalatnya di masjid kecuali sekali saja, yaitu karena hujan.
  2. Pada saat hari Raya ‘Idul Fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian terbaik (terindah).
  3. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa makan kurma -dengan jumlah ganjil- sebelum pergi melaksanakan shalat ‘ied. Tetapi pada ‘Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru beliau memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
  4. Dianjurkan untuk mandi sebelum pada hari ‘ied sebelum ke tanah lapang, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu Umar yang dikenal semangat mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  5. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berjalan (menuju tanah lapang) sambil berjalan kaki. Beliau biasa membawa sebuah tombak kecil. Jika sampai di tanah lapang, beliau menancapkan tombak tersebut dan shalat menghadapnya (sebagai sutroh atau pembatas ketika shalat).
  6. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri (agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrinya) dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha (supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya).
  7. Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali setelah matahari terbit, lalu beliau bertakbir dari rumahnya hingga ke tanah lapang.
  8. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sampai di tanah lapang langsung menunaikan shalat tanpa ada adzan dan iqomah. Tidak ada juga ucapan, ‘Ash Sholatul Jami’ah‘. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga sahabatnya tidak menunaikan shalat sebelum (qobliyah) dan sesudah (ba’diyah) shalat ‘ied.
  9. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat ‘ied dua raka’at terlebih dahulu kemudian berkhutbah. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut setelah Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Tidak disebutkan bacaan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa bacaan ketika itu adalah berisi pujian dan sanjungan kepada Allah ta’ala serta bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan pula bahwa Ibnu Umar (yang dikenal semangat dalam mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.
  10. Setelah bertakbir, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan suratQaf” pada raka’at pertama serta suratAl-Qamar” pada raka’at kedua. Kadang-kadang beliau membaca suratAl-A’la” pada raka’at pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada raka’at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada raka’at kedua lalu membaca Al-Fatihah dan surat lainnya.
  11. Setelah menunaikan shalat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
  12. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di tanah dan tidak ada mimbar ketika beliau berkhutbah.
  13. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memulai khutbahnya dengan ‘Alhamdulillah…‘ dan tidak terdapat dalam satu hadits pun yang menyebutkan beliau memulai khutbah ‘ied dengan bacaan takbir. Hanya saja dalam khutbahnya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak bacaan takbir.
  14. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada jamaah untuk tidak mendengar khutbah.
  15. Diperbolehkan bagi kaum muslimin, jika ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at untuk mencukupkan diri dengan shalat ‘ied saja dan tidak menghadiri shalat Jum’at.
  16. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) ‘ied.
Pembahasan ini disarikan dari kitab Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah

Rabu, 06 Juli 2011

WISUDA MTsN PANGGUL TAHUN 2011

WISUDA PURNAWIYATA IV
MTs NEGERI PANGGUL
TRENGGALEK


Pagi-pagi sekali pada hari Kamis tanggal 19 Mei 2011 para Wisudawan dan Wisudawati MTs Negeri Panggul mulai berdatangan ke tempat start di 500 meter sebelah kiri gedung MTsN Panggul. Pukul 07.30 seorang Gitapati Marcing Band “Wahda Nada” telah memerintahkan anggotanya untuk bersiap-siap mengiringi perjalanan para wisudawan melangkah menuju gedung MTsN Panggul mengikuti prosesi Wisuda Purnawiyata ke IV arahan Aziz Luki Ahyar, S.Pd.I, M.SI yang ditunjuk Kepala Madrasah sebagai koordinator acara. Langkah demi langkah para wisudawan berbaris dengan tertib bersama iringan lagu sholawat nabi dari Marching Band kebanggaan madrasah bimbingan Bilal Kusyairi, S.Ag hingga ke pintu gerbang.

 Kemudian disambung alunan suara gamelan karawitan “Margo Seneng” bimbingan Ki Yudi Sunarto, S.Ag. M.SI. di ekstrakurikuler, mulai memasuki ruang prosesi wisuda yang disaksikan langsung oleh orang tua/wali wisudawan, tokoh masyarakat, Kakemenag Trenggalek bersama rombongan, Camat, Polsek, Koramil, UDP, Kepala Desa, Kepala SD/MI/SMP/SMA/SMK/MAN dan lain-lain kemudian wisudawan duduk ditempatnya masing-masing dengan tertib. 
Kepala Madrasah Drs. Nasib Subandi beserta Wakil Kepala Madrasah Yudi Sunarto, S.Ag. M.SI, Drs. Hadi Sutrisno, H. Anis Aminudin, S.Ag, dan Komarudin, A.Md. memasuki ruang wisuda dan duduk di panggung utama.

Tepat pada pukul 08.00 WIB dengan pukulan palu pimpinan, upacara Wisuda Purnawiyata IV dibuka dan terbuka untuk umum yang kemudian disambung dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta yang diiringi paduan suara bimbingan Bajuri, S.Pd.

            Pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang diringi 3 orang sari tilawahnya bimbingan Yoyoh Nurbadriah, S.Pd.I benar-benar mengheningkan suasana acara tersebut, sehingga menjadikan acara ini semakin khitmat.
            Pukul 08.40 WIB para wisudawan yang berjumlah 152 anak melangkah maju satu persatu sesuai petunjuk pembawa acara yang menggunakan 3 bahasa, bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab menuju panggung utama untuk mendapat pengukuhan dari Kepala Madrasah dan para wakilnya. Prosesi ini memakan waktu yang cukup lama dan dilanjutkan pembacaan ikrar wisudawan dengan menggunakan 2 bahasa, Indonesia dan Inggris.

            Pelepasan Wisudawan, pesan-kesan Wisudawan, dan sambutan Kepala Madrasah melanjutkan acara berikutnya. Disambung sambutan dari Camat Panggul yang mendukung penuh acara tersebut dengan apresiasi yang sangat tinggi atas tampilan dan kreatifitas para siswa-siswi kelas VII dan VIII di acara awal sebelum prosesi wisuda dimulai, baik karawitannya, tari Samannya, maupun Kosidahnya . Bapak Mundir, S.Ag. sebagai wakil dari Kakemenag Trenggalek yang tidak bisa hadir dalam acara ini memberikan orasi ilmiah dengan tema “Implementasi Pendidikan Berbasis Karakter Madrasah”.



Pukul 11.40 WIB semua acara telah rampung dan ditutup dengan pembacaan do’a yang dipimpin oleh Kyai Sumadi, dan kethokan palu Kepala Madrasah sebagai pimpinan prosesi Wisuda Purnawiyata ke IV MTs Negeri Panggul. Terakhir ramah tamah tamu kehormatan bersama dengan para ustadz dan ustadzah, sedangkan para wisudawan berpoto/perpose dengan orang tua/wali masing-masing.



Alhamdulillah tahun pelajaran 2010-2011 ini siswa MTs Negeri Panggul lulus 100 % dengan nilai yang sangat memuaskan dan menggembirakan, tidak ada nilai yang di bawah angka 7, tidak ada corat-coret baju seragam, tidak ada konvoi, semua berjalan tertib, aman, dan lancar. Mudah-mudahan MTs Negeri Panggul bisa mewujudkan Madrasah yang “Islami, Populis, Berkualitas”. (M. Wahyu R)

Senin, 23 Mei 2011

LULUS UJIAN = SUJUD SYUKUR

LULUS UJIAN = SUJUD SYUKUR
TIDAK KONVOI, TIDAK CORAT-CORET SERAGAM,
TIDAK PESTA MIRAS DAN TIDAK SEKS BEBAS
Oleh : M. Wahyu R.





Sekapur Sirih 
Fenomena yang terjadi sekarang bahwa siswa yang lulus ujian nasional tidak lagi mengungkapkan rasa syukur kepada sang pencipta tetapi malah sebaliknya melakukan konvoi hura-hura yang jelas-jelas banyak melanggar peraturan lalu lintas (malah sengaja dilegalkan), coret-coret baju seragam, mencat rambut dan wajah yang semuanya itu bermuara pada pesta miras dan seks bebas. Pertanyaannya seperti inikah potret pendidikan pemuda Indonesia sekarang ? atau ini suatu bentuk krisis moral bagi anak bangsa yang akan datang.
Sebetulnya ada banyak hal yang perlu dilakukan dan bernilai positif untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah pada kita berupa kelulusan ujian, misalnya mengumpulkan seragam sekolah dan diberikan pada yayasan yatim piatu, mengumpulkan dana untuk disumbangkan pada kaum dhuafa, melaksanakan sujud syukur, dan lain-lain.

Contoh peristiwa :
Foto : Ratusan Siswa-Siswi SMKN 1 Panji Sujud SyukurSITUBONDO-JURTIM,-Ratusan siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Panji, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur melakukan sujud syukur, karena dari semua jurusan dinyatakan lulus dalam Ujian Nasional Tahun 2011. Sujud syukur yang dilakukan di halaman sekolah itu dihiasi dengan tangisan haru.

Menurut keterangan yang disampaikan salah seorang siswa, sujud syukur itu dilakukan karena Allah SWT telah mengabulkan permintaannya. “Kami sengaja mengajak 715 siswa-siswi yang lulus Ujian Nasional untuk melakukan sujud syukur, karena semua jurusan di SMKN 1 Panji lulus semua,” kata Affandi, salah seorang siswa.

Setelah mereka melakukan sujud syukur, mereka saling berpelukan dan menangis haru serta bersalaman dengan guru-gurunya. “Terima kasih bapak dan ibu guru yang selama ini membimbing kami, sehingga kami dapat lulus,” kata Susan.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMKN 1 Panji, Dra. Hj. Kumudawati, MPd menghimbau kepada semua siswa agar tidak melakukan konvoi sepeda motor. “Tindakan tersebut akan mengganggu lalu lintas serta membahayakan keselamatan orang lain dan terlebih akan merugikan keselamatan dirinya sendiri.  Sebaiknya mengetahui hasil kelulusan langsung pulang,” himbau Kumudawati, kepada siswa-siswi. ***

Ternyata banyak orang Islam terutama para pemuda yang tidak mengerti apa itu sujud syukur, dilematis sekali. Di bawah ini akan penulis sampaikan sedikit uraian tentang sujud syukur.


SUJUD SYUKUR

Pengertian Sujud Syukur

Sujud syukur ialah sujud yang dikerjakan seseorang manakala memperoleh kenikmatan dari Allah SWT. atau terhindar dari suatu bahaya yang mengancam dirinya.
Sujud syukur ini merupakan tanda terima kasih seorang hamba kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diterimanya. Jadi sebab-sebab terjadinya sujud syukur ialah karena memperoleh nikmat dari Allah SWT. atau karena terhindar dari bahaya yang mengancam dirinya.

Hukum Sujud Syukur

Hukum melakukan sujud syukur adalah sunnah. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya "Dari Abi Bakrah, bahwa Nabi SAW apabila mendapatkan sesuatu yang disenangi atau diberi kabar gembira, segeralah tuduk dan bersujud sebagai tanda syukur kepada Allah Ta'ala". (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah dan Tirmidzi)

Cara Sujud Syukur

Cara melakukan sujud syukur sama dengan melakukan sujud tilawah, yaitu dengan satu kali sujud. Sujud syukur boleh dilakukan tanpa berwudhu, sebab sujud ini di luar shalat. Bahkan pada waktu mengerjakan sholat tidak diperbolehkan sujud syukur. Namun tentunya lebih baik bila melakukan selagi suci (berwudhu) sekalipun ini tidak termasuk sebagai syarat, karena sujud syukur lebih bersifat spontan atau segera.

Do’a Sujud Syukur

Bacaan do’a sujud syukur juga sama dengan sujud tilawah, tetapi boleh juga bacaan yang lain, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an.


Artinya : "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai : dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh". (OS. An-Naml : 19)

Contoh Beberapa peristiwa yang menyebabkan Rasul dan para sahabat melakukan sujud syukur.
  1. Rasulullah SAW. sujud syukur ketika menerima surat tentang masuk Islamnya Hamadzan.
  2. Ketika mendengar kematian Musailamah AI-Kadzab (Nabi palsu), Abu Bakar As-Shidiq melakukan sujud syukur.
  3. Ali ra. sujud syukur ketika menemukan mayat Dzats Tsudaiyah di antara orang-orang Khawarij yang tewas terbunuh.
  4. Ka'ab bin Malik sujud syukur ketika mendengar berita bahwa taubatnya diterima oleh Allah SWT.

Persamaan dan perbedaan antara sujud tilawah dan sujud syukur

Persamaannya:
Saik sujud tilawah maupun sujud syukur hanya dilakukan sekali sujud saja.
Perbedaannya:
Sujud tilawah dapat dikerjakan di sa at shalat maupun di luar shalat, sedangkan sujud syukur hanya boleh dikerjakan di luar shalat dan tidak boleh melakukan sujud syukur di saat shalat. Sujud tilawah dikerjakan karena mendengar atau membaea ayat-ayat sajadah, sedangkan sujud syukur dikerjakan karena mendapat nikmat dari Allah SWT. atau karena terhindar dari bahaya yang mengancam dirinya.

Hikmah / manfaat sujud syukur

1. Akan memperoleh kepuasan dan ketentraman batin
2. Akan mendapat tambahan nikmat dari Allah
3. Akan terhindar dari siksa Allah SWT.

Kamis, 14 April 2011

SUKSES UJIAN NASIONAL TP. 2010-2011

DO’A BERSAMA

Kepala Madrasah memberikan 
penjelasan tentang Ujian Nasional 
kepada Wali 
Murid
KH. Zainal Abidin tengah memimpin
Do,a bersama
Beberapa upaya dalam rangka “Sukses Ujian Nasional 2010-2011” , MTs Negeri Panggul mengadakan berapa kegiatan, yang antara lain memotivasi siswa untuk giat belajar tanpa jemu, Try Out 1 s/d Try Out 4, tertib sholat dhuha berjamaah ketika jam istirahat, penambahan jam pelajaran yang di-uji nasional-kan, sampai dengan do’a bersama yang dilaksanakan di halaman barat Madrasah pada hari Rabu tgl 13 April 2011 bersama dengan para Kyai, Wali murid, Komite, Guru, dan para siswa-siswi kelas IX yang diawali dengan sholat dhuha secara berjamaah, Yasinan, serta Istighosah yang dipimpin oleh para Kyai secara bergantian antara lain KH. Zainal Abidin, Kyai Abd. Djalil, Kyai Abadi, Kyai Isnawan dan Ust. Thohar dan kemudian diakhiri dengan tauziyah yang disampaikan oleh KH. Zainal Abidin dengan tema “Upaya memohon sesuatu melalui pendekatan diri pada Allah SWT”. Semua ini dilakukan agar siswa kelas IX dalam menempuh ujian nasional bisa lancar dan lulus 100% serta tidak ada aral suatu apapun.

Penjelasan tentang UAN kepada Wali murid

KH. Zainal bertindak sebagai imam dalam 
Sholat Dhuha.
Kyai Abadi memimpin Istighosah di dampingi 
Kepala Madrasah

 
















Minggu, 03 April 2011

MENJADI GURU PROFESIONAL


Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti.
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya.
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter, insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru...? Sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi. Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional...? Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru. Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut...?



Guru Profesional

Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa.Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.



Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar

Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:

  • Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
  • Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
  • Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau  metodelogi pembelajaran
  • Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
  • Kemampuan mengorganisir dan problem solving
  • Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik


Personaliti Guru
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru)  otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge)  tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.

Memposisikan profesi guru sebagai  The High Class Profesi
Di negeri ini sudah menjadi realitas umum  guru bukan menjadi profesi yang berkelas baik secara sosial maupun ekonomi. Hal yang biasa, apabila menjadi Teller di sebuah Bank, lebih terlihat high class dibandingkan guru. jika ingin menposisikan profesi guru setara dengan profesi lainnya,  mulai di blow up bahwa profesi guru strata atau derajat yang tinggi dan dihormati dalam masyarakat. Karena mengingat begitu fundamental peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di masyarakat.
Mungkin kita perlu berguru dari sebuah negara yang pernah porak poranda akibat perang. Namun kini telah menjelma menjadi negara maju yang memiliki tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi yang sangat tinggi. Jepang merupakan contoh bijak untuk kita tiru. Setelah Jepang kalah dalam perang dunia kedua,  dengan dibom atom dua kota besarnya, Hirohima dan Nagasaki, Jepang menghadapi masa krisis dan kritis kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat parah. Namun ditengah kehancuran akibat perang, ditengah ribuan orang tewas dan porandanya infrastruktur negaranya, Jepang berpikir cerdas untuk memulai dan keluar dari kehancuran perang. Jepang hanya butuh satu keyakinan, untuk bangkit. Berapa guru yang masih hidup...?
Hasilnya setelah berpuluh tahun berikut, semua orang terkesima dengan kemajuan yang dicapai Jepang. Dan tidak bisa dipungkiri, semua perubahan dan kemajuan yang dicapai, ada dibalik sosok Guru yang begitu dihormati dinegeri tersebut.

Kini, lihatlah Indonesia, negara yang sangat kurang respek dengan posisi guru. Negara yang kurang peduli dengan nasib guru. Kini lihatlah hasilnya. Apabila mengacu pada Human Index Development (HDI), Indonesia menjadi negara dengan kualias SDM yang memprihatinkan. Berdasarkan HDI tahun 2007,  Indonesia berada diperingkat 107 dunia dari 177 negara. Bila dibandingkan dengan negara sekitar, tingkat HDI Indonesia jauh tertinggal.Contoh Malaysia berada diperingkat 63,  Thailand 78, dan Singapura 25. Indonesia hanya lebih baik dari Papua Nugini dan Timor Leste yang berada diposisi 145 dan 150.

HDI merupakan potret tahunan untuk melihat perkembangan manusia di suatu negara. HDI adalah kumpulan penilaian dari 3 kategori, yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Menjadi jelaslah bahwa, sudah saatnya Indonesia menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan. Apabilah hal ini tidak dibenahi, bukan hal mustahil daya saing dan kualitas manusia Indonesia akan lebih rendah dari negara yang baru saja merdeka seperti Vietnam atau Timor Leste.

Program Profesionalisme Guru

  • Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif
  • Pelatihan yang terpadu, berjenjang dan berkesinambungan (long life eduction)
  • Penyetaraan pendidikan dan membuat standarisasi mimimum pendidikan
  • Pengembangan diri dan motivasi riset
  • Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya (Guru yang bisa menjadi guru)
Peran Manajeman Sekolah
  • Fasilitator program Pelatihan dan Pengembangan profesi
  • Menciptakan jenjang karir yang fair dan terbuka
  • Membangun manajemen dan sistem ketenagaan yang baku
  • Membangun sistem kesejahteraan guru berbasis prestasi
(for : yang menghabiskan sisa waktunya untuk pendidikan)
by desi reminsa


Bagi pembaca yang ingin mengetahui informasi sekitar Sertifikasi silahkan klik di sini Pedoman Sertifikasi 2011



Selasa, 29 Maret 2011

RISALAH AQIQAH

Menghidupkan Sunnah Nabi saw. dengan ‘Aqiqah

“Barang siapa yang menghidupkan sunnahku disaat terjadi kerusakan pada ummatku maka baginya pahala seseorang yang mati syahid.” (Rasulullah saw.)
Hadits ini menyadarkan kita akan pentingnya kembali pada kehidupan Islami dan menghidupkan sunnah Nabi saw. terutama di saat ummat mulai cenderung dan terpedaya dengan segala gaya hidup yang tidak berasal dari nilai-nilai Islam. Hal tersebut mengakibatkan ummat Islam tidak lagi memiliki jati diri, dan kecintaannya kepada Nabi saw. sebagai suri teladan larut sedikit demi sedikit, berganti mengikuti gerak dan gaya masyarakat yang jahiliyah, termasuk dalam menyambut kehadiran anak yang sebenarnya merupakan amanah Allah SWT.
Tulisan ini sekedar mengingatkan kita akan sebuah sunnah yang dahulu akrab dengan kehidupan kaum muslimin sebagai ummat yang dirahmati dan diberkahi Allah SWT.

Beberapa Hal yang Harus Dilakukan oleh Orang tua Setelah Kelahiran Anaknya
1. Menyuarakan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri bayi.
Hal ini berdasarkan atas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Abu Rafi’:
Aku melihat Rasulullah saw. Menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.
2. Melakukan tahniq, yaitu menggosok langit-langit (mulut bagian atas) dengan kurma yang sudah dilembutkan. Caranya ialah dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah pada jari, dan memasukkan jari itu ke dalam mulut bayi, kemudian menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut hingga merata di sekeliling langit-langit bayi.
Jika kurma sulit di dapat, tahniq ini dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti madu atau saripati gula, sebagai pelaksanaan sunnah Nabi saw.
Di dalam Shahihain, terdapat hadits dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., ia berkata:
Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi saw. lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit-langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku.
Hikmah dari tahniq ini ialah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami.
Lebih utama kalau tahniq ini dilakukan oleh ulama / orang yang shalih sebagai penghormatan dan pengharapan agar si bayi menjadi orang yang shalih pula.
3. Mencukur rambut kepala bayi, Memberi nama, dan Aqiqah.

Makna ‘Aqiqah 
Secara bahasa ‘aqiqah berarti memutus. Sedangkan secara istilah Syara’ aqiqah berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya.

Pentingnya Aqiqah
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya anak itu diaqiqahi. Maka tumpahkanlah darah baginya dan jauhkanlah penyakit daripadanya (dengan mencukurnya).” (Hadits shahih riwayat Bukhari, dari Salman Bin Amar Adh-Dhabi).
Rasulullah saw. bersabda : “Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan (binatang) pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya, diberi nama pada hari itu dan dicukur kepalanya”. (Ashhabus-Sunan).

‘Aqiqah adalah tanda syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat anak yang diberikan-Nya. Juga sebagai washilah (sarana) memohon kepada Allah SWT. agar menjaga dan memelihara sang bayi. Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi para wali bayi yang mampu, bahkan tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Aqiqah
1. Kambing yang akan di sembelih mencapai umur minimal satu tahun dan sehat tanpa cacat sebagaimana persyaratan untuk hewan qurban.
2. Jika bayi yang dilahirkan laki-laki, dianjurkan untuk menyembelih dua ekor kambing yang sepadan (sama besarnya), sedangkan bayi perempuan disembelihkan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ummu Karaz al-Ka’biyah, Rasul saw. bersabda: “Bagi anak laki-laki (disembelihkan) dua ekor kambing dan bagi anak perempuan (disembelihkan) satu ekor. Dan tidak membahayakan kamu sekalian apakah (sembelihan itu) jantan atau betina” (H. R. Ahmad dan Tirmidzi)
Hal di atas berlaku untuk orang yang dikaruniai rizqi yang cukup oleh Allah SWT. Sedangkan orang yang kemampuannya terbatas, diperbolehkan untuk meng’aqiqahi anak laki-laki maupun anak perempuan dengan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ibnu ‘Abbas r.a.: “Bahwa Rasulullah saw. telah  meng’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan satu ekor biri-biri.” (H.R. Abu Dawud), dan juga riwayat dari Imam Malik: “Abdullah bin Umar r.a. telah meng’aqiqahi anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan, satu kambing-satu kambing.”
3. Dianjurkan agar ‘aqiqah itu disembelih atas nama anak yang dilahirkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir dari ‘Aisyah r.a.: Nabi saw. bersabda: “Sembelihlah atas namanya (anak yang dilahirkan), dan ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, bagi-Mu-lah dan kepada-Mulah aku persembahkan ‘aqiqah si Fulan ini.”
Akan tetapi, jika orang yang menyembelih itu telah berniat, meskipun tidak menyebutkan nama anak itu, maka tujuannya sudah tercapai.
4. Adapun daging aqiqah tersebut selain dimakan oleh keluarga sendiri, juga disedekahkan dan dihadiahkan.
5. Disukai untuk memberi nama anak pada hari ketujuh dengan memilihkannya nama-nama yang baik, lalu mencukur rambutnya, kemudian bersedekah senilai harga emas atau perak yang setimbang dengan berat rambutnya. Dari Ali r.a. berkata: Rasulullah saw. memerintahkan Fatimah dan bersabda : “Timbanglah rambut Husain dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan (rambut)nya dan
berikanlah kaki kambing kepada kabilah (suku bangsa)”.
Demikianlah tulisan ringkas yang dapat kami sampaikan, semoga anak-anak kita yang lahir kemudian di’aqiqahi mendapat rahmat, inayah, serta dilindungi Allah SWT. dari godaan syaitan yang terkutuk dan dimudahkan jalannya dalam menempuh Shiraathal Mustaqim. Aamiin.

Senin, 28 Maret 2011

PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA ANAK

Abstrak:


Guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian, dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama. Guru dalam menjalankan fungsinya dapat berperan sebagai motivator, dinamisator, pemberi kejelasan, fasilitator, dan penilaian yang baik. Peranan guru adalah sebagai pemimpin kelas, pengatur lingkungan, supervisor, juga konselor. Peranan guru sebagai motivator, dinamisator, dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidik. Karena, dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri. Oleh karena itu, guru harus menuntun anak didiknya dalam mengelola informasi yang diterima melalui media noncetak. Dan juga guru harus mengimbangi informasi media cetak tersebut dengan media cetak dengan menumbuhkembangkan minat baca anak didiknya.
Kata Kunci:
Guru, Minat Baca

A.   Pendahuluan


Pendidikan bagi kehidupan umat manusia di muka bumi termasuk bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Untuk memajukan kehidupan mereka itulah, maka membaca menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoretikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai lingkungan hidup manusia itu sendiri.  Seorang anak sebagai manusia adalah makhluk yang dinamis berminat dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang bahagia dan sejahtera, baik lahiriah maupun batiniah, duniawi maupun ukhrawi.
Kinerja peran guru dalam meningkatkan minat baca anak harus dimulai dari dirinya sendiri. Hal ini mengandung bahwa seorang guru harus mampu mewujudkan pribadi yang efektif untuk dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai guru. Surya menyatakan bahwa keperibadian merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan dalam interaksi dengan lingkungan di berbagai situasi dan kondisi.[1]
Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, guru melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran, dan latihan. Semua kegiatan tersebut sangat terkait dengan upaya peningkatan minat anak-anak melalui keteladanan, penciptaan lingkungan, pendidikan yang kondusif, membimbing, mengajar, dan melatih anak-anak untuk membaca. Guru harus memiliki komitmen untuk semua dan akan menjadi teladan bagi lingkungan sehingga pada gilirannya akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perwujudan pendidikan untuk semua.
Guru sebagai individu yang bekerja di dalam suatu organisasi pendidikan akan melakukan tugas pekerjaan ataupun memberikan kontribusi kepada organisasi yang bersangkutan, dengan harapan akan mendapat timbal balik berupa imbalan (rewards) ataupun intensif dari organisasi tersebut. Guru dalam melakukan aktivitas kegiatan proses belajar mengajar, yaitu berupa mempersiapkan materi pengajaran, mengajar di kelas, ataupun melakukan evaluasi dari hasil belajar siswa, dengan harapan akan mendapatkan imbalan dari pihak sekolah yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan.
Salah satu peranan guru adalah sebagai motivator, dinamisator dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam konteks yang lebih jauh peranan guru dalam masyarakat juga mempunyai posisi yang tidak kalah pentingnya. Masyarakat menempatkan guru pada suatu tempat yang lebih terhormat di dalam lingkungannya. Karena dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi pada diri anak, sehingga akan bergayut pada persoalan kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk melakukan sesuatu.  Hal ini didorong oleh adanya tujuan yang akan dicapai. Syah mengemukakan bahwa motivasi dapat dikategorikan atas dua macam, yaitu “motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik”.[2] Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari dalam diri siswa tanpa paksaan dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan melakukan sesuatu. Sedang motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul karena adanya dorongan dari luar diri siswa. Motivasi merupakan sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku/perbuatan. Dalam hubungan ini, baik motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik dapat mendorong dan membuat anak tekun untuk belajar membaca.
Minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran, kepada guru yang mengajarnya. Apabila anak tidak berminat kepada bahan atau mata pelajaran juga kepada gurunya, maka anak tidak akan mau belajar. Oleh karena itu apabila anak tidak berminat sebaiknya dibangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya, agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.
Minat dalam belajar berperan sebagai kekuatan yang akan mendorong anak untuk giat membaca. Anak yang berminat atau sikapnya senang kepada pelajaran akan tampak mendorong terus untuk tekun membaca, berbeda dengan anak sikapnya hanya menerima kepada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau membaca tetapi sulit untuk bisa terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terakit dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman.

B.   Guru
1.   Pengertian
Syah mengemukakan bahwa guru ialah “seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain”.[3] Sedang Djamarah dan Zain menyatakan bahwa guru adalah “tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah”.[4] Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Selanjutnya dalam Depag RI dikemukakan bahwa guru adalah:
Pegawai negeri sipil yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hak yang melekat dalam jabatan itu).[5]
Dengan demikian, guru adalah seorang yang berkompeten dan profesional serta berpengalaman dalam mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak di sekolah. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama.
2.   Karaktristik Kepribadian Guru
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena, di samping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai anutan. Mengenal pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Zakiah Daradjat menegaskan seperti yang disungting oleh Syah bahwa:
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa atau tingkat menengah.[6]
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi: (1) fleksibilitas kognitif dan (2) keterbukaan psikologis.[7] Untuk lebih jelasnya, dua ciri khas kepribadian tersebut akan diuraikan secukupnya berikut ini:
a.    Fleksibilitas kognitif
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kebalikannya adalah frigiditas kognitif atau kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.  Selain itu, ia juga memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis ialah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu.
b.   Keterbukaan psikologis pribadi guru
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dan ikhlas. Di samping itu ia juga memiliki empati, yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, umpamanya, maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa. Selain sisi positif sebagaimana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti berikut ini.
Pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Keterbukaan psikologis merupakan sebuah konsep yang menyatakan kontinum yakni rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologi sampai sebaliknya, ketertutupan psikologis. Posisi seorang guru dalam kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaaan, dan berfantasi untuk menyesuaikan diri. Jika kemampuan dan keterampilan dalam penyesuaian tadi makin besar, maka makin dekat pula tempat pribadinya dalam kutub kontinum keterbukaan psikologis tersebut. Secara sederhana, ini bermakna bahwa jika guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dalam hubungannya sebagai direktur belajar selain sebagai anutan siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar-benar dapat diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-mengajar. Optimisme ini muncul karena guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri.
3.   Kompetensi Guru
Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini ialah kata proficiency dan ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya, proficiency lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.
Di samping berarti kemampuan, kompetensi juga berarti keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru menurut Djamarah dan Zain adalah: “merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak”.[8] Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Artinya, guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa, dalam pembelajaran siswa maka guru harus melakukan seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono, yaitu “(1) pengorganisasian belajar, (2) penyajian bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu, dan (3) melakukan evaluasi hasil belajar”.[9]

C.   Minat Baca

1.   Pengertian Minat
Minat adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam melakukan kegiatan dengan baik, sebagai sesuatu aspek kejiwaan, minat tidak saja dapat mewarnai perilaku seseorang, tetapi lebih dari itu minat mendorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian dan merelakan dirinya untuk terikat pada suatu kegiatan. Sejalan dengan ungkapan di atas, Syah mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”.[10]
Sabri menyatakan bahwa minat sebagai “suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus”.[11] Minat merupakan ciri-ciri keinginan yang dilakukan melalui tindakan oleh seseorang individu yang dicobanya, dan ditujukan pada hal-hal yang disukainya. Minat merupakan kesadaran seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau situasi mengandung sangkut paut dirinya. Minat berarti pula kecenderungan jiwa yang tetap kepada sesuatu hal yang berharga bagi seseorang. Sesuatu yang berharga bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Minat adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam melakukan kegiatan dengan baik. Sebagai aspek kejiwaan minat bukan saja mewarnai perilaku seseorang, melainkan lebih dari itu. Minat mendorong orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian untuk terikat pada suatu kegiatan.
Dengan demikian, minat adalah suatu unsur psikologis yang ada dalam diri manusia yang timbul karena adanya rasa simpati, rasa senang, rasa ingin tahu, dan rasa ingin memiliki terhadap sesuatu.
2.   Unsur-unsur Minat
Minat mengandung unsur-unsur seperti yang dikemukakan oleh Abror adalah “(1) unsur kognisi (mengenal), (2) unsur emosi (perasaan), dan (3) unsur konasi (kehendak)”.[12]
Unsur kognisi dalam arti itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang dituju oleh minat tersebut.  Unsur emosi, karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (biasanya perasaan senang). Sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut yakni yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan keinginan untuk melakukan suatu kegiatan.
3.   Macam-macam Minat
Azhari mengemukakan bahwa minat dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni “minat primitif dan minat kultural”.[13] Minat primitif berkisar pada soal makan dan kebebasan aktivitas, sedang minat kultural adalah meliputi pemenuhan kepuasan yang lebih tinggi lagi yang hanya bisa dicapai melalui belajar. Minat dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sebagai berikut:
a.    Minat volunter; yaitu minat yang timbul dengan sendirinya dari pihak pelajar tanpa pengaruh yang sengaja dari luar,
b.   Minat involunter; yaitu minat yang timbul dari dalam diri pelajar, dengan pengaruh dari satu situasi yang sengaja diciptakan pengajar, dan
c.    Minat nonvolunter; yaitu minat yang ditimbulkan secara sengaja dipaksakan atau diharuskan.
Dalam kegiatan belajar terdapat dua macam minat, yakni minat belajar spontan dan minat belajar terpola. Minat belajar spontan adalah minat belajar yang tumbuh dari motivasi personal siswa itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari pihak luar, sedangkan minat belajar terpola adalah minat belajar yang berlangsung dalam kegiatan belajar dengan diawali adanya pengaruh serta serangkaian tindakan yang terpola terutama dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan belajar siswa, keberadaan minat belajar spontan dan minat belajar terpola pada dasarnya tidak dapat dipisahkan karena minat belajar spontan pada awalnya secara relatif juga dibentuk melalui minat belajar terpola, sementara minat belajar terpola tidak mungkin dapat berlangsung tanpa disertai motivasi personal siswa itu sendiri.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa minat belajar tidak dibawa sejak lahir (keturunan), tetapi minat belajar dipandang sebagai hasil dari belajar melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar tidak hanya ditujukan dalam pengetahuan dan keterampilan yang dapat dinyatakan dalam tingkah laku nyata, tetapi juga meliputi sikap, nilai-nilai, dan minat. Pendapat tersebut apabila dikaitkan dengan pemerolehan hasil belajar yang bersifat individual, maka sama keberadaannya dengan minat, setiap orang akan mempunyai minat yang berbeda begitu pula dengan minat belajar, keberadaannya sangat didukung oleh lingkungan.
Dengan demikian, minat mempunyai andil yang sangat besar dalam menunjang keberhasilan belajar siswa. Seorang siswa akan memperoleh hasil yang maksimal dari belajarnya apabila dia berminat terhadap sesuatu yang dipelajarinya.
Minat relatif tetap, namun tidak mustahil minat itu berubah. Perubahan minat bergantung pada totalitas kepribadian seseorang. Oleh karena itu, apabila pribadi seseorang itu berubah disebabkan oleh perubahan lingkungan, maka minat seseorang juga akan ikut berubah.
4.   Hakikat Membaca
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Membaca adalah salah satu inti dari belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam PP RI No. 19 Tahun 2005 Pasal 21 ayat 2 bahwa “pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis”.
Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan bberbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya, politik, dan memenuhi kebutuhan emosional Membaca juga juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh kesenangan. Mengingat banyaknya manfaat kemampuan membaca, maka anak harus belajar membaca dan kesulitan belajar membaca kalau dapat harus diatasi secepat mungkin.
Meskipun membaca merupakan suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, tetapi ternyata tidak mudah untuk menjelaskan hakikat membaca. Abdurrahman mengemukakan bahwa “membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambing bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan”.[14] Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis.
Membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakan mata dan menggunakan pikiran. Abdurrahman (1999:200) mengemukakan bahwa:
Membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki.[15]
Bertolak dari berbagai definisi membaca yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas. Mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat symbol-simbol bahasa dengan tepat, dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.
Meskipun tujuan akhir membaca adalah untuk isi bacaan, tujuan semacam itu ternyata belum dapat sepenuhnya dicapai oleh anak-anak, terutama pada saat awal belajar membaca. Banyak anak yang dapat membaca secara secara lancar suatu bahan bacaan tetapi tidak memahami isi bahan bacaan tersebut. Ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca bukan hanya terkait erat dengan kematangan gerak motorik mata tetapi juga tahap perkembangan kognitif. Mempersiapkan anak untuk belajar membaca merupakan suatu proses yang panjang. Hornsby menganjurkan agar ibu sudah mulai bercakap-cakap dengan bayi sejak dilahirkan. Seorang ibu hendaknya juga harus menjelaskan segala yang dilakukan bersama anak, karena menurut Hornsby anak baru memahami makna suatu kata setelah sekitar 500 kali anak mendengarkan kata tersebut. Dengan demikian, proses mempersiapkan anak untuk belajar membaca harus dimulai sejak bayi dilahirkan.
Menurut Abdurrahman ada lima tahap perkembangan membaca yaitu:
a.    kesiapan membaca,
b.   membaca permulaan,
c.    keterampilan membaca cepat,
d.   membaca luas, dan
e.    membaca yang sesungguhnya.[16]
Tahap perkembangan kesiapan membaca mencakup rentang waktu dari sejak dilahirkan hingga pelajaran membaca diberikan, umumnya pada saat masuk kelas satu SD. Kesiapan menunjuk taraf perkembangan yang diperlukan untuk belajar secara efisien. Sedangkan faktor yang memberikan sumbangan bagi keberhasilan membaca adalah: (1) kematangan mental,        (2) kemampuan visual, (3) kemampuan medengarkan, (4) perkembangan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan sosial dan emosional, dan (9) motivasi dan minat.
Tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. Meskipun demikian, ada anak yang sudah belajar membaca lebih awal dan ada pula yang baru belajar membaca pada usia tujuh atau delapan tahun. Sudah lama terjadi perdebatan anatar peneliti yang menekankan penggunaan pendekatan pengajaran yang menekankan pada pengenalan simbol dengan yang menekankan pada pengenalan kata atau kalimat secara utuh.
Tahap keterampilan membaca cepat atau membaca lancar umunya terjadi pada saat anak-anak duduk di kelas dua atau tiga. Untuk menguasai keterampilan membaca cepat menurut Abdurrahman “diperlukan pemahaman tentang hubungan simbol bunyi”.[17] Bagi anak-anak kelas satu mungkin lebih tepat digunakan metode yang menakankan pada pengenalan huruf-huruf sedangkan bagi anak-anak yang duduk di kelas dua atau tiga digunakan metode tiga tahap atau SAS.
Tahap membaca luas umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di kelas empat atau lima SD. Pada tahap ini anak-anak gemar dan menikmati sekali membaca. Mereka ummnya membaca buku-buku cerita atau majalah dengan penuh minat sehingga pelajaran membaca dirasakan mudah. Anak-anak yang sulit membaca jarang yang mampu mencapai tahapan ini meskipun usia mereka sudah lebih tinggi daripada teman-teman lainnya.
Tahap membaca yang sesungguhnya umumnya terjadi ketika anak-anak sudah duduk di SLTP dan berlanjut hingga dewasa. Pada tahap ini anak-anak tidak lagi belajar membaca tetapi membaca untuk belajar. Mereka belajar untuk memhami, memberikan kritik, atau untuk mempelajari bidang studi tertentu. Kemahiran membaca pada orang dewasa pada hakikatnya tergantung pada latihan membaca yang dilakukan pada tahapan-tahapan sebelumnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat membaca adalah memahami isi bacaan. Meskipun demikian, untuk sampai kepada kemampuan memahami isi bacaan, ada tahapan-tahapan kemampuan membaca yang perlu dilalui. Dengan memahami adanya tahapan-tahapan kemampuan membaca tersebut maka guru diharapkan dapat menyesuaikan tujuan-tujuan pembelajaran dengan tahapan kemampuan belajar membaca tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa minat baca adalah keinginan yang timbul karena adanya rasa simpati, rasa senang, rasa ingin tahu, dan rasa ingin memiliki dalam diri anak terhadap suatu bacaan.
D. Peranan Guru dalam Meningkatkan Minat Baca Anak
Wahyudin, dkk. mengemukakan bahwa peranan adalah “seperangkat tingkah laku atau tugas yang harus atau dapat dilakukan seseorang pada situasi tertentu sesuai dengan fungsi dan kedudukannya”.[18] Secara umum peranan yang mesti dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah.
Bila ditelusuri secara mendalam, proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen itu menurut Ali dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu: “(1) guru, (2) isi atau materi pelajaran, dan (3) siswa”.[19]
Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga macam tugas utama, yaitu:
1.   Merencanakan.
Perencanaan yang dibuat merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan ini meliputi: (a) tujuan apa yang hendak dicapai, yaitu bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan dapat dicapai atau dapat dimiliki oleh siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar; (b) bahan pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan; (c) bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan oleh guru agar siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien; dan (d) bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur apakah tujuan itu tercapai atau tidak.
2.  Melaksanakan pengajaran.
Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh sebab itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi, sehingga dapat menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. Situasi pengajaran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut:
a.    Faktor guru. Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran.  Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.
b.   Faktor siswa. Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan manapun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. Adapun yang dimaksud dengan kepribadian adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dari orang lain. Keragaman dalam kecakapan dan kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
c.    Faktor kurikulum. Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula pola interaksi guru-siswa. Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai itu secara khusus menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam. Dengan demikian, baik bahan maupun pola interaksi guru siswa pun beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang bervariasi dalam proses belajar mengajar.
d.   Faktor lingkungan. Lingkungan fisik tempat belajar dengan istilah millieu yang berarti konteks terjadinya pengalaman belajar. Lingkungan ini meliputi keadan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi belajar.
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu menjadi pembatas pendidikan. Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan akhlak dan pembentukan pribadinya. Oleh karena itu, lingkungan dapat dikatakan positif dan dapat pula dikatakan negatif.
Lingkungan dapat dikatakan positif apabila dapat memberikan dorongan dan rangsangan kepada anak-anak untuk berbuat hal-hal yang baik. Sebagai contoh anak di sekolah mendapatkan pendidikan agama dari guru-guru agama, juga keluarganya patut terhadap ajaran agama ditambah dengan lingkungan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang aktif menjalankan ajaran agama, maka pribadi anak akan terbina dengan keadaan seperti itu juga. Sedangkan lingkungan dikatakan negatif apabila keadaan sekitar anak itu tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan dan pendidikan anak didik.
Ada beberapa macam lingkungan yang nantinya dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak. Adapun lingkungan yang dimaksudkan adalah: (a) Lingkungan tempat di mana pendidikan berlangsung yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. (b) Lingkungan tempat di mana anak itu tinggal atau daerah di mana anak itu berdiam. Misalnya: kota, desa, pesisir, daerah yang maju atau tidak ramai/sepi.
3.  Memberikan balikan.
Balikan mempunyai fungsi untuk membantu siswa memelihara minat dan antusias siswa dalam melaksanakan tugas belajar. Salah satu alasan yang  dikemukakan adalah, bahwa belajar itu ditandai oleh adanya keberhasilan dan kegagalan. Bila hal ini diketahui oleh siswa, akan membawa dampak berupa hadiah dan hukuman. Keberhasilan berdampak hadiah (reward) dan kegagalan berdampak hukuman (punishment). Suatu hadiah sebagai dampak dari keberhasilan yang dicapai dapat menjadi penguat (reinforcement) terhadap hasil belajar; sedangkan suatu hukuman sebagai dampak dari kegagalan dapat menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan. Dengan memperoleh hadiah  tersebut individu akan merasakan suatu insentif yang dapat memberikan rangsangan dan motivasi baru dalam belajar. Sedangkan dengan hukuman menyebabkan individu tidak mengulangi kegagalan yang dibuatnya. Itu sebabnya, maka dalam proses belajar mengajar, balikan sangat penting artinya bagi siswa dalam belajar.
Upaya memberikan balikan harus dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian, minat dan antusias siswa dalam belajar selalu terpelihara. Upaya itu dapat dilakukan dengan jalan melakukan evaluasi. Hasil evaluasi itu sendiri harus diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan, sehingga mereka dapat mengetahui letak keberhasilandan kegagalannya. Evaluasi yang demikian benar-benar berfungsi sebagai balikan, baik bagi guru maupun bagi siswa.
Di dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap suatu pertanyaan, yakni bagaimana menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut menuntun kepada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh seorang guru, sehingga dapt melaksanakan tugas dengan berhasil. Pernyataan-pernyataan itu meliputi:
a.    Penguasaan materi pelajaran. Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagian dari suatu mata pelajaran saja, tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri dapat menuntun hasil yang lebih baik.
Penguasaan materi secara baik yang menjadi bagian dari kemampuan guru, biasanya merupakan tuntutan pertama dalam profesi keguruan. Namun seberpa banyak materi harus dikuasi belum ada tolok ukurnya. Dalam praktek sering kali dapat dirasakan atau diperoleh kesan tentang luas tidaknya penguasaan materi yang dimiliki guru. Namun itu pun bukan merupakan ukuran yang bersifat pasti. Sebab, masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap pengajaran selain dari itu. Jadi, yang menjadi ketentuan adalah, bahwa guru harus menguasai apa yang akan diajarkan, agar dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman belajar yang berarti kepada siswa.
b.   Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Prinsip-prinsip psikologi yang biasanya merupakan hasil penelitian para ahli, menjelaskan kepada kita tentang tingkah laku manusia dalam berbagai konteks. Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik, perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan belajar.
Di samping itu, para ahli baik ahli pendidikan maupun ahli psikologi mengakui tentang adanya perbedaan individual yang dimiliki oleh setiap individu.  Perbedaan-perbedaan itu meliputi kecerdasan, bakat, minat, sikap harapan dan aspek-aspek kepribadian lainnya. Perbedaan ini dapat memberi pengaruh terhadap hasil belajar. Dengan berpegang kepada prinsip perbedaan individual ini guru dapat mencari strategi belajar mengajar yang tepat, agar proses belajar mengajar yang dilaksanakan mencapai hasil yang optimal.
c.    Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Itu sebabnya maka di lembaga-lembaga pendidikan yang mendidik calon guru, menyiapkan para calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoretis dan pengalaman praktik kependidikan. Bekal teoretis meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pemahaman mengenai teori dan konsep belajar-mengajar. Sedangkan bekal praktis diperoleh melalui kegiatan pengamatan terhadap guru dalam mengajar serta melakukan praktik. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenal dan mengalami situasi nyata dalam pelaksanaan pengajaran.
Mengajar dalam praktiknya merupakan suatu proses penciptaan lingkungan, baik dilakukan guru maupun siswa agar terjadi proses belajar. Penciptaan lingkungan meliputi juga penataan nilai-nilai dan kepercayaan yang akan diupayakan untuk dicapai. Agar penatan ini mencapai hasil yang optimal, guru harus memahami berbagai konsep dan teori yang bertalian dengan proses belajar mengajar.
d.   Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi guru. Secara formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesonalnya. Perubahan dalam bidang kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran, serta anjuran-anjuran dari atas untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA, sistem belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas. Kebingungan tersebut di antaranya diakibatkan oleh kurangnya persiapan guru menerima berbagai pembaharuan. Dampak yang terjadi adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, sehingga muncul berbagai sikap yang tidak mendukung pembaharuan.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan pada dasarnya muncul seiring dengan adanya sikap positif untuk mau meningkatkan diri dalam karir profesionalnya. Sikap ini dapat muncul bila guru memiliki kecakapan yang memadai mengenai hal-hal yang bertalian dengan proses belajar mengajar, sehingga perubahan yang terjadi di lingkungan profesinya tidak terlalu mengejutkan, bahkan guru yang bersangkutan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan atau situasi baru yang dihadapi.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama. Guru dalam menjalankan fungsinya dapat berperan sebagai motivator, dinamisator, pemberi kejelasan, fasilitator, dan penilaian yang baik.
Peranan guru adalah sebagai pemimpin kelas, pengatur lingkungan, supervisor, juga konselor. Peranan guru sebagai motivator, dinamisator, dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidik. Dalam konteks yang lebih jauh peranan guru dalam masyarakat juga mempunyai posisi yang tidak kalah pentingnya. Masyarakat menempatkan guru pada suatu tempat yang lebih terhormat di dalam lingkungannya. Karena dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri. Oleh karena itu, guru harus menuntun anak didiknya dalam mengelola informasi yang diterima melalui media noncetak. Dan juga guru harus mengimbangi informasi media cetak tersebut dengan media cetak dengan menumbuhkembangkan minat baca anak didiknya.
Untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan minat baca anak guru harus menjalankan perannya seperti yang dikemukakan oleh Surya yakni sebagai “pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang”.[20]
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah:
1.   Pelatih, guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya pada anak untuk mengembangkan cara membacanya sendiri sebagai latihan untuk mewujudkan cara belajarnya yang mandiri.
2.   Konselor, guru menciptakan situasi interaksi bagi anak untuk melakukan proses membaca dalam suasana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi yang optimal.
3.   Manajer pembelajaran, guru mengelola semua kegiatan anak dalam membaca dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber bacaan ada.
4.   Partisipan, guru hendaknya berperilaku mengajar tetapi juga harus berperilaku belajar melalui interaksinya dengan anak.
5.   Pemimpin, guru menjadi seseorang yang memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi.
6.   Pembelajar, guru harus terus belajar dalam menyegarkan komptensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya dalam membantu anak meningkatkan minat bacanya.
7.   Pengarang, guru secara kreatif dan inovatif menghasilkan karya yang akan diberikan anak untuk dibacanya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peranan guru di antaranya adalah sebagai: (1) motivator, guru menjadi seseorang yang selalu mendorong dan memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi; (2) dinamisator, guru mengatur dan mengelola semua kegiatan membaca anak dengan mendinamiskan seluruh sumber bacaan ada; (3) supervisor, guru mengawasi proses membaca anak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh agar anak merasa selalu ada yang mengawasinya; (4) konselor, guru memberikan petunjuk-petunjuk untuk menciptakan susana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi dalam membaca yang optimal dan (5) evaluator, guru memberikan respons terhadap seluruh kegiatan membaca anak dan menilai hasil bacaan anak dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pemahaman terhadap yang dibacanya.
A.   Penutup
Berdasarkan uraian pembahasan terdahulu, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah sangat penting. Guru merupakan salah satu faktor utama dalam memberikan motivasi dan dorongan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan minat baca anak. Guru mempunyai beberapa peranan, yaitu:
a.    Motivator, guru menjadi seseorang yang selalu mendorong dan memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi;
b.   Dinamisator, guru mengatur dan mengelola semua kegiatan membaca anak dengan mendinamiskan seluruh sumber bacaan ada;
c.    Supervisor, guru mengawasi proses membaca anak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh agar anak merasa selalu ada yang mengawasinya;
d.   Konselor, guru memberikan petunjuk-petunjuk untuk menciptakan susana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi dalam membaca yang optimal dan
e.    Evaluator, guru memberikan respons terhadap seluruh kegiatan membaca anak dan menilai hasil bacaan anak dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pemahaman terhadap yang dibacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abror, Abd. Rahman. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bnadung: Sinar Baru Algensindo.
Azhari, Akyas. 1996. Psikologi Pendidikan. Semarang: Dina Utama.
Departemen Agama RI. 2003. Pengembangan Profesional dan Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Ditjen Bagais.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Surya, H. Mohammad. 2003 Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahyudin, Dinn, dkk. 2007. Materi Pokok Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

[1]H. Mohammad Surya, 2003, Percikan Perjuangan Guru, Semarang: Aneka Ilmu, hal. 222 [2]Muhibbin Syah, 2001, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 136
[3]Muhibbin Syah, 2001, Loc.cit.
[4]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 126
[5]Departemen Agama RI, 2003, Pengembangan Profesional dan Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta: Ditjen Bagais, hal. 5
[6]Muhibbin Syah, 2001, Op.cit., hal. 225
[7]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Op.cit., hal. 226
[8]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Ibid., hal. 229
[9]Dimyati dan Mudjiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 238
[10]Muhibbin Syah, 2001, Op.cit., hal. 136
[11]M. Alisuf  Sabri, 1996, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, hal. 84
[12]Abd. Rahman Abror, 1993, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 112
[13]Akyas Azhari, 1996, Psikologi Pendidikan, Semarang: Dina Utama, hal. 74
[14]Mulyono Abdurrahman, 1999, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 200.
[15]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid.
[16]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid. hal. 201
[17]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid., hal. 202
[18]Dinn Wahyudin, dkk., 2007, Materi Pokok Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka,    hal. 9.32
[19]Muhammad Ali, 2002, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo,   hal. 4
[20]H. Mohammad Surya, 2003, Op.cit., hal. 47