Selasa, 29 Maret 2011

RISALAH AQIQAH

Menghidupkan Sunnah Nabi saw. dengan ‘Aqiqah

“Barang siapa yang menghidupkan sunnahku disaat terjadi kerusakan pada ummatku maka baginya pahala seseorang yang mati syahid.” (Rasulullah saw.)
Hadits ini menyadarkan kita akan pentingnya kembali pada kehidupan Islami dan menghidupkan sunnah Nabi saw. terutama di saat ummat mulai cenderung dan terpedaya dengan segala gaya hidup yang tidak berasal dari nilai-nilai Islam. Hal tersebut mengakibatkan ummat Islam tidak lagi memiliki jati diri, dan kecintaannya kepada Nabi saw. sebagai suri teladan larut sedikit demi sedikit, berganti mengikuti gerak dan gaya masyarakat yang jahiliyah, termasuk dalam menyambut kehadiran anak yang sebenarnya merupakan amanah Allah SWT.
Tulisan ini sekedar mengingatkan kita akan sebuah sunnah yang dahulu akrab dengan kehidupan kaum muslimin sebagai ummat yang dirahmati dan diberkahi Allah SWT.

Beberapa Hal yang Harus Dilakukan oleh Orang tua Setelah Kelahiran Anaknya
1. Menyuarakan adzan di telinga kanan dan qomat di telinga kiri bayi.
Hal ini berdasarkan atas sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dari Abu Rafi’:
Aku melihat Rasulullah saw. Menyuarakan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika Fatimah melahirkannya.
2. Melakukan tahniq, yaitu menggosok langit-langit (mulut bagian atas) dengan kurma yang sudah dilembutkan. Caranya ialah dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah pada jari, dan memasukkan jari itu ke dalam mulut bayi, kemudian menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan gerakan yang lembut hingga merata di sekeliling langit-langit bayi.
Jika kurma sulit di dapat, tahniq ini dapat dilakukan dengan bahan yang manis lainnya, seperti madu atau saripati gula, sebagai pelaksanaan sunnah Nabi saw.
Di dalam Shahihain, terdapat hadits dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., ia berkata:
Aku telah dikaruniai seorang anak, kemudian aku membawanya kepada Nabi saw. lalu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langit-langit mulutnya dengan sebuah kurma dan mendo’akannya dengan keberkahan. Setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku.
Hikmah dari tahniq ini ialah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami.
Lebih utama kalau tahniq ini dilakukan oleh ulama / orang yang shalih sebagai penghormatan dan pengharapan agar si bayi menjadi orang yang shalih pula.
3. Mencukur rambut kepala bayi, Memberi nama, dan Aqiqah.

Makna ‘Aqiqah 
Secara bahasa ‘aqiqah berarti memutus. Sedangkan secara istilah Syara’ aqiqah berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya.

Pentingnya Aqiqah
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya anak itu diaqiqahi. Maka tumpahkanlah darah baginya dan jauhkanlah penyakit daripadanya (dengan mencukurnya).” (Hadits shahih riwayat Bukhari, dari Salman Bin Amar Adh-Dhabi).
Rasulullah saw. bersabda : “Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan (binatang) pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya, diberi nama pada hari itu dan dicukur kepalanya”. (Ashhabus-Sunan).

‘Aqiqah adalah tanda syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat anak yang diberikan-Nya. Juga sebagai washilah (sarana) memohon kepada Allah SWT. agar menjaga dan memelihara sang bayi. Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi para wali bayi yang mampu, bahkan tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Aqiqah
1. Kambing yang akan di sembelih mencapai umur minimal satu tahun dan sehat tanpa cacat sebagaimana persyaratan untuk hewan qurban.
2. Jika bayi yang dilahirkan laki-laki, dianjurkan untuk menyembelih dua ekor kambing yang sepadan (sama besarnya), sedangkan bayi perempuan disembelihkan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ummu Karaz al-Ka’biyah, Rasul saw. bersabda: “Bagi anak laki-laki (disembelihkan) dua ekor kambing dan bagi anak perempuan (disembelihkan) satu ekor. Dan tidak membahayakan kamu sekalian apakah (sembelihan itu) jantan atau betina” (H. R. Ahmad dan Tirmidzi)
Hal di atas berlaku untuk orang yang dikaruniai rizqi yang cukup oleh Allah SWT. Sedangkan orang yang kemampuannya terbatas, diperbolehkan untuk meng’aqiqahi anak laki-laki maupun anak perempuan dengan satu ekor kambing. Hal ini berdasar atas hadits dari Ibnu ‘Abbas r.a.: “Bahwa Rasulullah saw. telah  meng’aqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan satu ekor biri-biri.” (H.R. Abu Dawud), dan juga riwayat dari Imam Malik: “Abdullah bin Umar r.a. telah meng’aqiqahi anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan, satu kambing-satu kambing.”
3. Dianjurkan agar ‘aqiqah itu disembelih atas nama anak yang dilahirkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mundzir dari ‘Aisyah r.a.: Nabi saw. bersabda: “Sembelihlah atas namanya (anak yang dilahirkan), dan ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, bagi-Mu-lah dan kepada-Mulah aku persembahkan ‘aqiqah si Fulan ini.”
Akan tetapi, jika orang yang menyembelih itu telah berniat, meskipun tidak menyebutkan nama anak itu, maka tujuannya sudah tercapai.
4. Adapun daging aqiqah tersebut selain dimakan oleh keluarga sendiri, juga disedekahkan dan dihadiahkan.
5. Disukai untuk memberi nama anak pada hari ketujuh dengan memilihkannya nama-nama yang baik, lalu mencukur rambutnya, kemudian bersedekah senilai harga emas atau perak yang setimbang dengan berat rambutnya. Dari Ali r.a. berkata: Rasulullah saw. memerintahkan Fatimah dan bersabda : “Timbanglah rambut Husain dan bersedekahlah dengan perak sesuai dengan berat timbangan (rambut)nya dan
berikanlah kaki kambing kepada kabilah (suku bangsa)”.
Demikianlah tulisan ringkas yang dapat kami sampaikan, semoga anak-anak kita yang lahir kemudian di’aqiqahi mendapat rahmat, inayah, serta dilindungi Allah SWT. dari godaan syaitan yang terkutuk dan dimudahkan jalannya dalam menempuh Shiraathal Mustaqim. Aamiin.

Senin, 28 Maret 2011

PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA ANAK

Abstrak:


Guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian, dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama. Guru dalam menjalankan fungsinya dapat berperan sebagai motivator, dinamisator, pemberi kejelasan, fasilitator, dan penilaian yang baik. Peranan guru adalah sebagai pemimpin kelas, pengatur lingkungan, supervisor, juga konselor. Peranan guru sebagai motivator, dinamisator, dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidik. Karena, dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri. Oleh karena itu, guru harus menuntun anak didiknya dalam mengelola informasi yang diterima melalui media noncetak. Dan juga guru harus mengimbangi informasi media cetak tersebut dengan media cetak dengan menumbuhkembangkan minat baca anak didiknya.
Kata Kunci:
Guru, Minat Baca

A.   Pendahuluan


Pendidikan bagi kehidupan umat manusia di muka bumi termasuk bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Untuk memajukan kehidupan mereka itulah, maka membaca menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoretikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai lingkungan hidup manusia itu sendiri.  Seorang anak sebagai manusia adalah makhluk yang dinamis berminat dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang bahagia dan sejahtera, baik lahiriah maupun batiniah, duniawi maupun ukhrawi.
Kinerja peran guru dalam meningkatkan minat baca anak harus dimulai dari dirinya sendiri. Hal ini mengandung bahwa seorang guru harus mampu mewujudkan pribadi yang efektif untuk dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai guru. Surya menyatakan bahwa keperibadian merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan dalam interaksi dengan lingkungan di berbagai situasi dan kondisi.[1]
Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, guru melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran, dan latihan. Semua kegiatan tersebut sangat terkait dengan upaya peningkatan minat anak-anak melalui keteladanan, penciptaan lingkungan, pendidikan yang kondusif, membimbing, mengajar, dan melatih anak-anak untuk membaca. Guru harus memiliki komitmen untuk semua dan akan menjadi teladan bagi lingkungan sehingga pada gilirannya akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perwujudan pendidikan untuk semua.
Guru sebagai individu yang bekerja di dalam suatu organisasi pendidikan akan melakukan tugas pekerjaan ataupun memberikan kontribusi kepada organisasi yang bersangkutan, dengan harapan akan mendapat timbal balik berupa imbalan (rewards) ataupun intensif dari organisasi tersebut. Guru dalam melakukan aktivitas kegiatan proses belajar mengajar, yaitu berupa mempersiapkan materi pengajaran, mengajar di kelas, ataupun melakukan evaluasi dari hasil belajar siswa, dengan harapan akan mendapatkan imbalan dari pihak sekolah yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan.
Salah satu peranan guru adalah sebagai motivator, dinamisator dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam konteks yang lebih jauh peranan guru dalam masyarakat juga mempunyai posisi yang tidak kalah pentingnya. Masyarakat menempatkan guru pada suatu tempat yang lebih terhormat di dalam lingkungannya. Karena dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi pada diri anak, sehingga akan bergayut pada persoalan kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk melakukan sesuatu.  Hal ini didorong oleh adanya tujuan yang akan dicapai. Syah mengemukakan bahwa motivasi dapat dikategorikan atas dua macam, yaitu “motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik”.[2] Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari dalam diri siswa tanpa paksaan dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan melakukan sesuatu. Sedang motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul karena adanya dorongan dari luar diri siswa. Motivasi merupakan sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku/perbuatan. Dalam hubungan ini, baik motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik dapat mendorong dan membuat anak tekun untuk belajar membaca.
Minat yang dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran, kepada guru yang mengajarnya. Apabila anak tidak berminat kepada bahan atau mata pelajaran juga kepada gurunya, maka anak tidak akan mau belajar. Oleh karena itu apabila anak tidak berminat sebaiknya dibangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya, agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.
Minat dalam belajar berperan sebagai kekuatan yang akan mendorong anak untuk giat membaca. Anak yang berminat atau sikapnya senang kepada pelajaran akan tampak mendorong terus untuk tekun membaca, berbeda dengan anak sikapnya hanya menerima kepada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau membaca tetapi sulit untuk bisa terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terakit dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman.

B.   Guru
1.   Pengertian
Syah mengemukakan bahwa guru ialah “seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain”.[3] Sedang Djamarah dan Zain menyatakan bahwa guru adalah “tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah”.[4] Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Selanjutnya dalam Depag RI dikemukakan bahwa guru adalah:
Pegawai negeri sipil yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hak yang melekat dalam jabatan itu).[5]
Dengan demikian, guru adalah seorang yang berkompeten dan profesional serta berpengalaman dalam mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak di sekolah. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama.
2.   Karaktristik Kepribadian Guru
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena, di samping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai anutan. Mengenal pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Zakiah Daradjat menegaskan seperti yang disungting oleh Syah bahwa:
Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa atau tingkat menengah.[6]
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi: (1) fleksibilitas kognitif dan (2) keterbukaan psikologis.[7] Untuk lebih jelasnya, dua ciri khas kepribadian tersebut akan diuraikan secukupnya berikut ini:
a.    Fleksibilitas kognitif
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kebalikannya adalah frigiditas kognitif atau kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.  Selain itu, ia juga memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis ialah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu.
b.   Keterbukaan psikologis pribadi guru
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dan ikhlas. Di samping itu ia juga memiliki empati, yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, umpamanya, maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai anutan siswa. Selain sisi positif sebagaimana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti berikut ini.
Pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Keterbukaan psikologis merupakan sebuah konsep yang menyatakan kontinum yakni rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologi sampai sebaliknya, ketertutupan psikologis. Posisi seorang guru dalam kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaaan, dan berfantasi untuk menyesuaikan diri. Jika kemampuan dan keterampilan dalam penyesuaian tadi makin besar, maka makin dekat pula tempat pribadinya dalam kutub kontinum keterbukaan psikologis tersebut. Secara sederhana, ini bermakna bahwa jika guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dalam hubungannya sebagai direktur belajar selain sebagai anutan siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar-benar dapat diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-mengajar. Optimisme ini muncul karena guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri.
3.   Kompetensi Guru
Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini ialah kata proficiency dan ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya, proficiency lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.
Di samping berarti kemampuan, kompetensi juga berarti keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru menurut Djamarah dan Zain adalah: “merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak”.[8] Jadi, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Artinya, guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa, dalam pembelajaran siswa maka guru harus melakukan seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono, yaitu “(1) pengorganisasian belajar, (2) penyajian bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu, dan (3) melakukan evaluasi hasil belajar”.[9]

C.   Minat Baca

1.   Pengertian Minat
Minat adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam melakukan kegiatan dengan baik, sebagai sesuatu aspek kejiwaan, minat tidak saja dapat mewarnai perilaku seseorang, tetapi lebih dari itu minat mendorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian dan merelakan dirinya untuk terikat pada suatu kegiatan. Sejalan dengan ungkapan di atas, Syah mengemukakan bahwa minat adalah “kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”.[10]
Sabri menyatakan bahwa minat sebagai “suatu kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus”.[11] Minat merupakan ciri-ciri keinginan yang dilakukan melalui tindakan oleh seseorang individu yang dicobanya, dan ditujukan pada hal-hal yang disukainya. Minat merupakan kesadaran seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau situasi mengandung sangkut paut dirinya. Minat berarti pula kecenderungan jiwa yang tetap kepada sesuatu hal yang berharga bagi seseorang. Sesuatu yang berharga bagi seseorang adalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Minat adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang dalam melakukan kegiatan dengan baik. Sebagai aspek kejiwaan minat bukan saja mewarnai perilaku seseorang, melainkan lebih dari itu. Minat mendorong orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian untuk terikat pada suatu kegiatan.
Dengan demikian, minat adalah suatu unsur psikologis yang ada dalam diri manusia yang timbul karena adanya rasa simpati, rasa senang, rasa ingin tahu, dan rasa ingin memiliki terhadap sesuatu.
2.   Unsur-unsur Minat
Minat mengandung unsur-unsur seperti yang dikemukakan oleh Abror adalah “(1) unsur kognisi (mengenal), (2) unsur emosi (perasaan), dan (3) unsur konasi (kehendak)”.[12]
Unsur kognisi dalam arti itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang dituju oleh minat tersebut.  Unsur emosi, karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (biasanya perasaan senang). Sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut yakni yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan keinginan untuk melakukan suatu kegiatan.
3.   Macam-macam Minat
Azhari mengemukakan bahwa minat dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni “minat primitif dan minat kultural”.[13] Minat primitif berkisar pada soal makan dan kebebasan aktivitas, sedang minat kultural adalah meliputi pemenuhan kepuasan yang lebih tinggi lagi yang hanya bisa dicapai melalui belajar. Minat dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sebagai berikut:
a.    Minat volunter; yaitu minat yang timbul dengan sendirinya dari pihak pelajar tanpa pengaruh yang sengaja dari luar,
b.   Minat involunter; yaitu minat yang timbul dari dalam diri pelajar, dengan pengaruh dari satu situasi yang sengaja diciptakan pengajar, dan
c.    Minat nonvolunter; yaitu minat yang ditimbulkan secara sengaja dipaksakan atau diharuskan.
Dalam kegiatan belajar terdapat dua macam minat, yakni minat belajar spontan dan minat belajar terpola. Minat belajar spontan adalah minat belajar yang tumbuh dari motivasi personal siswa itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari pihak luar, sedangkan minat belajar terpola adalah minat belajar yang berlangsung dalam kegiatan belajar dengan diawali adanya pengaruh serta serangkaian tindakan yang terpola terutama dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan belajar siswa, keberadaan minat belajar spontan dan minat belajar terpola pada dasarnya tidak dapat dipisahkan karena minat belajar spontan pada awalnya secara relatif juga dibentuk melalui minat belajar terpola, sementara minat belajar terpola tidak mungkin dapat berlangsung tanpa disertai motivasi personal siswa itu sendiri.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa minat belajar tidak dibawa sejak lahir (keturunan), tetapi minat belajar dipandang sebagai hasil dari belajar melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar tidak hanya ditujukan dalam pengetahuan dan keterampilan yang dapat dinyatakan dalam tingkah laku nyata, tetapi juga meliputi sikap, nilai-nilai, dan minat. Pendapat tersebut apabila dikaitkan dengan pemerolehan hasil belajar yang bersifat individual, maka sama keberadaannya dengan minat, setiap orang akan mempunyai minat yang berbeda begitu pula dengan minat belajar, keberadaannya sangat didukung oleh lingkungan.
Dengan demikian, minat mempunyai andil yang sangat besar dalam menunjang keberhasilan belajar siswa. Seorang siswa akan memperoleh hasil yang maksimal dari belajarnya apabila dia berminat terhadap sesuatu yang dipelajarinya.
Minat relatif tetap, namun tidak mustahil minat itu berubah. Perubahan minat bergantung pada totalitas kepribadian seseorang. Oleh karena itu, apabila pribadi seseorang itu berubah disebabkan oleh perubahan lingkungan, maka minat seseorang juga akan ikut berubah.
4.   Hakikat Membaca
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar. Membaca adalah salah satu inti dari belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam PP RI No. 19 Tahun 2005 Pasal 21 ayat 2 bahwa “pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis”.
Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan bberbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya, politik, dan memenuhi kebutuhan emosional Membaca juga juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh kesenangan. Mengingat banyaknya manfaat kemampuan membaca, maka anak harus belajar membaca dan kesulitan belajar membaca kalau dapat harus diatasi secepat mungkin.
Meskipun membaca merupakan suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, tetapi ternyata tidak mudah untuk menjelaskan hakikat membaca. Abdurrahman mengemukakan bahwa “membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan atau lambing bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan”.[14] Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis.
Membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakan mata dan menggunakan pikiran. Abdurrahman (1999:200) mengemukakan bahwa:
Membaca merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki.[15]
Bertolak dari berbagai definisi membaca yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas. Mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat symbol-simbol bahasa dengan tepat, dan memiliki penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.
Meskipun tujuan akhir membaca adalah untuk isi bacaan, tujuan semacam itu ternyata belum dapat sepenuhnya dicapai oleh anak-anak, terutama pada saat awal belajar membaca. Banyak anak yang dapat membaca secara secara lancar suatu bahan bacaan tetapi tidak memahami isi bahan bacaan tersebut. Ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca bukan hanya terkait erat dengan kematangan gerak motorik mata tetapi juga tahap perkembangan kognitif. Mempersiapkan anak untuk belajar membaca merupakan suatu proses yang panjang. Hornsby menganjurkan agar ibu sudah mulai bercakap-cakap dengan bayi sejak dilahirkan. Seorang ibu hendaknya juga harus menjelaskan segala yang dilakukan bersama anak, karena menurut Hornsby anak baru memahami makna suatu kata setelah sekitar 500 kali anak mendengarkan kata tersebut. Dengan demikian, proses mempersiapkan anak untuk belajar membaca harus dimulai sejak bayi dilahirkan.
Menurut Abdurrahman ada lima tahap perkembangan membaca yaitu:
a.    kesiapan membaca,
b.   membaca permulaan,
c.    keterampilan membaca cepat,
d.   membaca luas, dan
e.    membaca yang sesungguhnya.[16]
Tahap perkembangan kesiapan membaca mencakup rentang waktu dari sejak dilahirkan hingga pelajaran membaca diberikan, umumnya pada saat masuk kelas satu SD. Kesiapan menunjuk taraf perkembangan yang diperlukan untuk belajar secara efisien. Sedangkan faktor yang memberikan sumbangan bagi keberhasilan membaca adalah: (1) kematangan mental,        (2) kemampuan visual, (3) kemampuan medengarkan, (4) perkembangan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan sosial dan emosional, dan (9) motivasi dan minat.
Tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. Meskipun demikian, ada anak yang sudah belajar membaca lebih awal dan ada pula yang baru belajar membaca pada usia tujuh atau delapan tahun. Sudah lama terjadi perdebatan anatar peneliti yang menekankan penggunaan pendekatan pengajaran yang menekankan pada pengenalan simbol dengan yang menekankan pada pengenalan kata atau kalimat secara utuh.
Tahap keterampilan membaca cepat atau membaca lancar umunya terjadi pada saat anak-anak duduk di kelas dua atau tiga. Untuk menguasai keterampilan membaca cepat menurut Abdurrahman “diperlukan pemahaman tentang hubungan simbol bunyi”.[17] Bagi anak-anak kelas satu mungkin lebih tepat digunakan metode yang menakankan pada pengenalan huruf-huruf sedangkan bagi anak-anak yang duduk di kelas dua atau tiga digunakan metode tiga tahap atau SAS.
Tahap membaca luas umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di kelas empat atau lima SD. Pada tahap ini anak-anak gemar dan menikmati sekali membaca. Mereka ummnya membaca buku-buku cerita atau majalah dengan penuh minat sehingga pelajaran membaca dirasakan mudah. Anak-anak yang sulit membaca jarang yang mampu mencapai tahapan ini meskipun usia mereka sudah lebih tinggi daripada teman-teman lainnya.
Tahap membaca yang sesungguhnya umumnya terjadi ketika anak-anak sudah duduk di SLTP dan berlanjut hingga dewasa. Pada tahap ini anak-anak tidak lagi belajar membaca tetapi membaca untuk belajar. Mereka belajar untuk memhami, memberikan kritik, atau untuk mempelajari bidang studi tertentu. Kemahiran membaca pada orang dewasa pada hakikatnya tergantung pada latihan membaca yang dilakukan pada tahapan-tahapan sebelumnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakikat membaca adalah memahami isi bacaan. Meskipun demikian, untuk sampai kepada kemampuan memahami isi bacaan, ada tahapan-tahapan kemampuan membaca yang perlu dilalui. Dengan memahami adanya tahapan-tahapan kemampuan membaca tersebut maka guru diharapkan dapat menyesuaikan tujuan-tujuan pembelajaran dengan tahapan kemampuan belajar membaca tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa minat baca adalah keinginan yang timbul karena adanya rasa simpati, rasa senang, rasa ingin tahu, dan rasa ingin memiliki dalam diri anak terhadap suatu bacaan.
D. Peranan Guru dalam Meningkatkan Minat Baca Anak
Wahyudin, dkk. mengemukakan bahwa peranan adalah “seperangkat tingkah laku atau tugas yang harus atau dapat dilakukan seseorang pada situasi tertentu sesuai dengan fungsi dan kedudukannya”.[18] Secara umum peranan yang mesti dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah.
Bila ditelusuri secara mendalam, proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Komponen-komponen itu menurut Ali dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu: “(1) guru, (2) isi atau materi pelajaran, dan (3) siswa”.[19]
Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga macam tugas utama, yaitu:
1.   Merencanakan.
Perencanaan yang dibuat merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan ini meliputi: (a) tujuan apa yang hendak dicapai, yaitu bentuk-bentuk tingkah laku apa yang diinginkan dapat dicapai atau dapat dimiliki oleh siswa setelah terjadinya proses belajar mengajar; (b) bahan pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan; (c) bagaimana proses belajar mengajar yang akan diciptakan oleh guru agar siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien; dan (d) bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur apakah tujuan itu tercapai atau tidak.
2.  Melaksanakan pengajaran.
Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh sebab itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi, sehingga dapat menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. Situasi pengajaran itu sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut:
a.    Faktor guru. Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran.  Gaya mengajar ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.
b.   Faktor siswa. Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan manapun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. Adapun yang dimaksud dengan kepribadian adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dari orang lain. Keragaman dalam kecakapan dan kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
c.    Faktor kurikulum. Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Bahan pelajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai. Demikian pula pola interaksi guru-siswa. Oleh sebab itu, tujuan yang hendak dicapai itu secara khusus menggambarkan bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang beraneka ragam. Dengan demikian, baik bahan maupun pola interaksi guru siswa pun beraneka ragam pula. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang bervariasi dalam proses belajar mengajar.
d.   Faktor lingkungan. Lingkungan fisik tempat belajar dengan istilah millieu yang berarti konteks terjadinya pengalaman belajar. Lingkungan ini meliputi keadan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Lingkungan ini pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi situasi belajar.
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Di mana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu menjadi pembatas pendidikan. Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan akhlak dan pembentukan pribadinya. Oleh karena itu, lingkungan dapat dikatakan positif dan dapat pula dikatakan negatif.
Lingkungan dapat dikatakan positif apabila dapat memberikan dorongan dan rangsangan kepada anak-anak untuk berbuat hal-hal yang baik. Sebagai contoh anak di sekolah mendapatkan pendidikan agama dari guru-guru agama, juga keluarganya patut terhadap ajaran agama ditambah dengan lingkungan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang aktif menjalankan ajaran agama, maka pribadi anak akan terbina dengan keadaan seperti itu juga. Sedangkan lingkungan dikatakan negatif apabila keadaan sekitar anak itu tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan dan pendidikan anak didik.
Ada beberapa macam lingkungan yang nantinya dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak. Adapun lingkungan yang dimaksudkan adalah: (a) Lingkungan tempat di mana pendidikan berlangsung yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. (b) Lingkungan tempat di mana anak itu tinggal atau daerah di mana anak itu berdiam. Misalnya: kota, desa, pesisir, daerah yang maju atau tidak ramai/sepi.
3.  Memberikan balikan.
Balikan mempunyai fungsi untuk membantu siswa memelihara minat dan antusias siswa dalam melaksanakan tugas belajar. Salah satu alasan yang  dikemukakan adalah, bahwa belajar itu ditandai oleh adanya keberhasilan dan kegagalan. Bila hal ini diketahui oleh siswa, akan membawa dampak berupa hadiah dan hukuman. Keberhasilan berdampak hadiah (reward) dan kegagalan berdampak hukuman (punishment). Suatu hadiah sebagai dampak dari keberhasilan yang dicapai dapat menjadi penguat (reinforcement) terhadap hasil belajar; sedangkan suatu hukuman sebagai dampak dari kegagalan dapat menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan. Dengan memperoleh hadiah  tersebut individu akan merasakan suatu insentif yang dapat memberikan rangsangan dan motivasi baru dalam belajar. Sedangkan dengan hukuman menyebabkan individu tidak mengulangi kegagalan yang dibuatnya. Itu sebabnya, maka dalam proses belajar mengajar, balikan sangat penting artinya bagi siswa dalam belajar.
Upaya memberikan balikan harus dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian, minat dan antusias siswa dalam belajar selalu terpelihara. Upaya itu dapat dilakukan dengan jalan melakukan evaluasi. Hasil evaluasi itu sendiri harus diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan, sehingga mereka dapat mengetahui letak keberhasilandan kegagalannya. Evaluasi yang demikian benar-benar berfungsi sebagai balikan, baik bagi guru maupun bagi siswa.
Di dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan yang bertalian dengan jawaban terhadap suatu pertanyaan, yakni bagaimana menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Pertanyaan tersebut menuntun kepada terpenuhinya berbagai persyaratan yang perlu dimiliki oleh seorang guru, sehingga dapt melaksanakan tugas dengan berhasil. Pernyataan-pernyataan itu meliputi:
a.    Penguasaan materi pelajaran. Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagian dari suatu mata pelajaran saja, tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri dapat menuntun hasil yang lebih baik.
Penguasaan materi secara baik yang menjadi bagian dari kemampuan guru, biasanya merupakan tuntutan pertama dalam profesi keguruan. Namun seberpa banyak materi harus dikuasi belum ada tolok ukurnya. Dalam praktek sering kali dapat dirasakan atau diperoleh kesan tentang luas tidaknya penguasaan materi yang dimiliki guru. Namun itu pun bukan merupakan ukuran yang bersifat pasti. Sebab, masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap pengajaran selain dari itu. Jadi, yang menjadi ketentuan adalah, bahwa guru harus menguasai apa yang akan diajarkan, agar dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman belajar yang berarti kepada siswa.
b.   Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Prinsip-prinsip psikologi yang biasanya merupakan hasil penelitian para ahli, menjelaskan kepada kita tentang tingkah laku manusia dalam berbagai konteks. Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik, perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan belajar.
Di samping itu, para ahli baik ahli pendidikan maupun ahli psikologi mengakui tentang adanya perbedaan individual yang dimiliki oleh setiap individu.  Perbedaan-perbedaan itu meliputi kecerdasan, bakat, minat, sikap harapan dan aspek-aspek kepribadian lainnya. Perbedaan ini dapat memberi pengaruh terhadap hasil belajar. Dengan berpegang kepada prinsip perbedaan individual ini guru dapat mencari strategi belajar mengajar yang tepat, agar proses belajar mengajar yang dilaksanakan mencapai hasil yang optimal.
c.    Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Itu sebabnya maka di lembaga-lembaga pendidikan yang mendidik calon guru, menyiapkan para calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoretis dan pengalaman praktik kependidikan. Bekal teoretis meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pemahaman mengenai teori dan konsep belajar-mengajar. Sedangkan bekal praktis diperoleh melalui kegiatan pengamatan terhadap guru dalam mengajar serta melakukan praktik. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenal dan mengalami situasi nyata dalam pelaksanaan pengajaran.
Mengajar dalam praktiknya merupakan suatu proses penciptaan lingkungan, baik dilakukan guru maupun siswa agar terjadi proses belajar. Penciptaan lingkungan meliputi juga penataan nilai-nilai dan kepercayaan yang akan diupayakan untuk dicapai. Agar penatan ini mencapai hasil yang optimal, guru harus memahami berbagai konsep dan teori yang bertalian dengan proses belajar mengajar.
d.   Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi guru. Secara formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesonalnya. Perubahan dalam bidang kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran, serta anjuran-anjuran dari atas untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA, sistem belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas. Kebingungan tersebut di antaranya diakibatkan oleh kurangnya persiapan guru menerima berbagai pembaharuan. Dampak yang terjadi adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, sehingga muncul berbagai sikap yang tidak mendukung pembaharuan.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan pada dasarnya muncul seiring dengan adanya sikap positif untuk mau meningkatkan diri dalam karir profesionalnya. Sikap ini dapat muncul bila guru memiliki kecakapan yang memadai mengenai hal-hal yang bertalian dengan proses belajar mengajar, sehingga perubahan yang terjadi di lingkungan profesinya tidak terlalu mengejutkan, bahkan guru yang bersangkutan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan atau situasi baru yang dihadapi.
Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka guru dalam masyarakat modern adalah seorang profesional karena mengemban misi suatu industri-strategi dasar. Guru harus menguasai sains dan teknologi, serta membawa peserta didik kepada pengenalan sains, kesenian dan teknologi. Bahkan lebih dari itu guru adalah sosok personifikasi dari moral dan keyakinan agama. Guru dalam menjalankan fungsinya dapat berperan sebagai motivator, dinamisator, pemberi kejelasan, fasilitator, dan penilaian yang baik.
Peranan guru adalah sebagai pemimpin kelas, pengatur lingkungan, supervisor, juga konselor. Peranan guru sebagai motivator, dinamisator, dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidik. Dalam konteks yang lebih jauh peranan guru dalam masyarakat juga mempunyai posisi yang tidak kalah pentingnya. Masyarakat menempatkan guru pada suatu tempat yang lebih terhormat di dalam lingkungannya. Karena dari seorang guru masyarakat diharapkan agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan kemajuan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk mengadaptasikan diri. Oleh karena itu, guru harus menuntun anak didiknya dalam mengelola informasi yang diterima melalui media noncetak. Dan juga guru harus mengimbangi informasi media cetak tersebut dengan media cetak dengan menumbuhkembangkan minat baca anak didiknya.
Untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan minat baca anak guru harus menjalankan perannya seperti yang dikemukakan oleh Surya yakni sebagai “pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang”.[20]
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah:
1.   Pelatih, guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya pada anak untuk mengembangkan cara membacanya sendiri sebagai latihan untuk mewujudkan cara belajarnya yang mandiri.
2.   Konselor, guru menciptakan situasi interaksi bagi anak untuk melakukan proses membaca dalam suasana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi yang optimal.
3.   Manajer pembelajaran, guru mengelola semua kegiatan anak dalam membaca dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber bacaan ada.
4.   Partisipan, guru hendaknya berperilaku mengajar tetapi juga harus berperilaku belajar melalui interaksinya dengan anak.
5.   Pemimpin, guru menjadi seseorang yang memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi.
6.   Pembelajar, guru harus terus belajar dalam menyegarkan komptensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya dalam membantu anak meningkatkan minat bacanya.
7.   Pengarang, guru secara kreatif dan inovatif menghasilkan karya yang akan diberikan anak untuk dibacanya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peranan guru di antaranya adalah sebagai: (1) motivator, guru menjadi seseorang yang selalu mendorong dan memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi; (2) dinamisator, guru mengatur dan mengelola semua kegiatan membaca anak dengan mendinamiskan seluruh sumber bacaan ada; (3) supervisor, guru mengawasi proses membaca anak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh agar anak merasa selalu ada yang mengawasinya; (4) konselor, guru memberikan petunjuk-petunjuk untuk menciptakan susana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi dalam membaca yang optimal dan (5) evaluator, guru memberikan respons terhadap seluruh kegiatan membaca anak dan menilai hasil bacaan anak dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pemahaman terhadap yang dibacanya.
A.   Penutup
Berdasarkan uraian pembahasan terdahulu, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peranan guru dalam meningkatkan minat baca anak adalah sangat penting. Guru merupakan salah satu faktor utama dalam memberikan motivasi dan dorongan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan minat baca anak. Guru mempunyai beberapa peranan, yaitu:
a.    Motivator, guru menjadi seseorang yang selalu mendorong dan memotivasi anak untuk mewujudkan minat baca yang tinggi;
b.   Dinamisator, guru mengatur dan mengelola semua kegiatan membaca anak dengan mendinamiskan seluruh sumber bacaan ada;
c.    Supervisor, guru mengawasi proses membaca anak, baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh agar anak merasa selalu ada yang mengawasinya;
d.   Konselor, guru memberikan petunjuk-petunjuk untuk menciptakan susana psikologis yang kondusif demi terwujudnya jiwa, semangat, dan motivasi dalam membaca yang optimal dan
e.    Evaluator, guru memberikan respons terhadap seluruh kegiatan membaca anak dan menilai hasil bacaan anak dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pemahaman terhadap yang dibacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abror, Abd. Rahman. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bnadung: Sinar Baru Algensindo.
Azhari, Akyas. 1996. Psikologi Pendidikan. Semarang: Dina Utama.
Departemen Agama RI. 2003. Pengembangan Profesional dan Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Ditjen Bagais.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Surya, H. Mohammad. 2003 Percikan Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahyudin, Dinn, dkk. 2007. Materi Pokok Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

[1]H. Mohammad Surya, 2003, Percikan Perjuangan Guru, Semarang: Aneka Ilmu, hal. 222 [2]Muhibbin Syah, 2001, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 136
[3]Muhibbin Syah, 2001, Loc.cit.
[4]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 126
[5]Departemen Agama RI, 2003, Pengembangan Profesional dan Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta: Ditjen Bagais, hal. 5
[6]Muhibbin Syah, 2001, Op.cit., hal. 225
[7]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Op.cit., hal. 226
[8]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Ibid., hal. 229
[9]Dimyati dan Mudjiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 238
[10]Muhibbin Syah, 2001, Op.cit., hal. 136
[11]M. Alisuf  Sabri, 1996, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, hal. 84
[12]Abd. Rahman Abror, 1993, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 112
[13]Akyas Azhari, 1996, Psikologi Pendidikan, Semarang: Dina Utama, hal. 74
[14]Mulyono Abdurrahman, 1999, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 200.
[15]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid.
[16]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid. hal. 201
[17]Mulyono Abdurrahman, 1999, Ibid., hal. 202
[18]Dinn Wahyudin, dkk., 2007, Materi Pokok Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka,    hal. 9.32
[19]Muhammad Ali, 2002, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo,   hal. 4
[20]H. Mohammad Surya, 2003, Op.cit., hal. 47

Minggu, 27 Maret 2011

INDAHNYA AKHLAQUL KARIMAH


Para pembaca yang kami hormatbila kita mau menggali kembali warisan akhlak yang mulia sebagaimana yang telah diwariskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullahniscaya kita akan mendapati betapa indahnya Islam itu.Sungguh menyedihkantatkala menyaksikan banyak dari saudara-saudara kita kaum muslimin kurang memberikan perhatian terhadap masalah akhlak.Terlebih ketika menyaksikan generasi muda Islam yang mayoritas mereka tumbuh dan berkembang tidak di atas bimbingan akhlak yang mulia.

Seyogyanyapendidikan akhlak kepada generasi muda dimulai semenjak mereka berada dalam masa kanak-kanakbaik dalam lingkungan keluarga maupun dalam sebuah lembaga pendidikanWalaupunpada akhirnya itu semua kembali kepada hidayah dari Allah ‘azza wa jalla. Namun setidaknyatelah ada upaya dengan penuh kesungguhan dari diri kita yang diiringi dengan doa kepada Allah ‘azza wa jalla. Semoga anak cucu kita menjadi generasi yang berakhlak dengan akhlak yang mulia.
Dalam hal inisosok yang sangat pantas untuk kita jadikan sebagai teladan adalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau telah mengaplikasikan sifat-sifat yang mulia semenjak masa kanak-kanakSehingga tidaklah mengherankan ketika di kemudian hari beliau menjadi orang kepercayaan di kalangan kaumnya sebelum diangkat menjadi nabi dan menerima banyak pujian dari mereka.
Allah ‘azza wa jalla telah memberikan pujian kepada beliau dalam firman-Nya (artinya):
Dan sesungguhnya kamu Muhammad  benar-benar berbudi pekerti yang agung.” QSAl-Qalam 4
Sungguh telah terkumpul pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamakhlak-akhlak yang baik seperti rasa malukedermawanankeberanian,menepati janjisuka menolongkecerdasanlembutmemuliakan anak yatim,kejujuranmenjaga harga dirimenjaga kesucian hatidan lain-lain.
‘Aisyah radhilyallahu ‘anha, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah ditanya tentang akhlak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia menjawab:
“Maka sesungguhnya akhlak Nabi Allah Muhammad  adalah Al-Qur‘an.” HR.Muslim dan Abu Dawud
Allah ‘azza wa jalla berfirman  (artinya):
Sesungguhnya telah ada pada diri  Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu  bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan  hari kiamat dan Dia banyak menyebut AllahQSAl-Ahzab 21
Sahabat Anas bin Malik radhilyallahu ‘anhu mengatakan
“Rasulullah adalah manusia yang paling baik akhlaknya.” HRAl-Bukhari,Muslim dan Abu Dawud
Di tengah-tengah gencarnya dakwah tauhid yang diserukan oleh RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tetap memberikan porsi kepada pembenahan akhlakHal ini tercermin dari sabda beliau
“Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” HRAl-Baihaqi dan Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad

Keutamaan Akhlak yang Mulia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menerangkan tentang keutamaan akhlak yang muliabeliau bersabda
“Tidak ada sesuatu yang diletakkan dalam timbangan di hari kiamat kelak  yang lebih berat daripada akhlak yang baik. Dan sesungguhnya seorang yang berakhlak baik akan bisa mencapai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat (sunnah).” HRAt-Tirmidzi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dariku pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.” HRAt-Tirmidzi


Urgensi Akhlak yang Baik dalam Dakwah
Akhlak yang mulia merupakan bekal berharga yang tidak boleh dianggap remeh oleh seorang da’i  juru dakwah yang terjun ke masyarakat dalam rangka mengemban tugas yang agung nan mulia yaitu berdakwah ke jalan AllahAkhlak yang mulia akan memberikan pengaruh yang luar biasa di hati-hati manusia.
Para pembaca yang berbahagia! Amalan dakwah ke jalan Allah merupakan amalan yang cukup beratyang membutuhkan perjuangan fisik dan mental dari seorang da’iYang demikian itu memang sebanding dengan pahala dan keutamaannya yang besarOleh karena itulahyang mampu mengemban tugas berat ini hanyalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat agung dan mulia dalam kehidupannyaBukan orang-orang yang kasar perangainyakotor dan tajam lisannyasempit pandangannyajelek pergaulannyadan yang memiliki sifat-sifat tercela lainnya.
Seorang da’iapabila telah mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan bekal akhlak yang mulianiscaya dakwah ke jalan Allah yang ia serukan akan berguna dan memberikan manfaat serta akan lebih mudah untuk diterima di hati masyarakat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam ceramahnya ketika memberikan nasehat kepada para pemuda tentang masalah Kebangkitan Islam bahwasanya dakwah Islam akan bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan apabila para pemikul amanah tersebut memiliki beberapa bekalBeliau menyebutkan beberapa bekal yang berkaitan dengan akhlakdi antaranya adalah:
1. Seorang da’i wajib memiliki sifat hikmah dalam berdakwahHendaklah ia tidak terburu-buru untuk menikmati hasil dalam usahanya merubah keadaan masyarakat yang jelek menjadi baikKemudian kata beliau   …Dan sungguh -demi Allah- saya sangat senang sekali melihat kecemburuan para pemuda dan semangatnya dalam membasmi kemungkaranmenegakkan kebenaran serta memerintahkan kepada kebaikanNamun aku lebih suka -demi Allah- dengan sepenuh hatikuapabila mereka melandasi langkah-langkah tersebut dengan cara hikmahWalaupun hasilnya agak lambat namun akan membawa akibat yang terpuji…
Kemudian beliau menyebutkan dalilnyayaitu firman Allah  (artinya):
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” QSAn-Nahl 125
2. Memiliki sifat sabar dengan mengharap pahala dari AllahBetapa banyak para generasi muda yang setelah mendapat hidayah untuk berjalan di atas jalan generasi salaf yang shalihmereka bersemangat mengajak keluarganya kepada jalan tersebutNamun kemudian datang berbagai keluhan dari mereka,bahwasanya mereka mendapatkan tekanan dari kedua orangtuanya baik dalam bentuk celaanejekan atau fitnah.
Maka wajib bagi kita untuk bersabar  (dari cobaan tersebut) dengan mengharap pahala dari Allah dan tidak boleh putus asaDan jangan menjadikan hal itu sebagai penghalang dari dakwah ke jalan AllahAllah telah berfirman (artinya):“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu  dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” QSAli Imran 200
3. Berhias dengan akhlak yang muliaSeorang da’i harus mencerminkan diri dalam kehidupannya sesuai dengan apa yang ia serukanBagaimana pandangan masyarakat terhadap seorang da’i yang memberikan nasehat kepada umatnya untuk beramal sesuatunamun ia sendiri tidak mengamalkannya?  Demikiankah ?
4. Melandasi dakwahnya dengan kelemahlembutanTidak kasar atau selalu keras dalam cara penyampaianTidak tajam atau kotor dalam berbicara.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnyaAllah Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberikan kepada kelembutan apa yang tidak Dia berikan kepada kekasaran dan yang lainnya”.HRMuslim
5. Menghidupkan sunnah ziarah saling mengunjungi saudara sesama muslim.Sunnah ini telah diabaikan oleh kebanyakan kaum musliminSesungguhnya sunnah ini akan menumbuhkan kelembutan hati dan kecintaan kepada sesama muslimDan seorang da’i memiliki peran besar dalam mengamalkan sunnah ini.
6. Tidak boleh berputus asa tatkala melihat berbagai kerusakan di tengah masyarakat.
Cita-cita atau harapan merupakan pendorong yang kuat dan usaha demi keberhasilan dakwahSebagaimana putus asa merupakan sebab kegagalan dan berhentinya sebuah dakwah.


Pengaruh Akhlak yang Mulia
Berikut ini adalah contoh-contoh kisah tentang bagaimana akhlak yang mulia mampu memberikan pengaruh yang luar biasa dalam hati manusia sekalipun mereka adalah orang kafir.
1. Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan kaum musyrikin Quraisy di bukit Shafaa dalam rangka menjelaskan tentang risalah IslamBeliau mengatakan kepada mereka:
“Bagaimana menurut kalian apabila aku kabarkan kepada kalian bahwasanya akan keluar kuda dari balik kaki bukit ini, apakah kalian akan mempercayaiku?” Mereka menjawab: “Kami belum pernah mendapatimu berdusta.” HRAl-Bukhari dan Muslim
2. Sahabat Anas bin Malik menceritakan,
Suatu hari kami para sahabat  sedang duduk-duduk di masjid bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba datanglah seorang arab kampung masuk ke dalam masjid  kemudian kencing di dalamnya. Maka dengan serta merta para sahabat pun menghardiknya. Rasulullah bersabda, Jangan menghardiknya! Biarkan dia hingga tuntas kencingnya! “(Setelah selesai dari kencingnya) Rasulullah memanggil orang tersebut kemudian menasehatinya Sesungguhnya yang namanya masjid, tidak pantas untuk tempat kencing, tidak juga tempat kotoran. Hanya saja masjid itu sebagai tempat untuk berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur‘an. Atau sebagaimana sabda Rasulullah. Kemudian Rasulullah memerintahkan seseorang untuk menyiram kencing orang arab kampung tersebut, maka ia membawa seember air kemudian menyiramkannya ke tempat kencing tersebut. HRMuslim
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan bahwasanya sahabat Abu Hurairah menceritakan,
“(Suatu hari) kami shalat bersama Rasulullah. Kemudian di tengah-tengah shalat A‘rabi itu berdo‘a, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad. Dan jangan engkau rahmati siapapun selain kami berdua.” Setelah selesai salam, Rasulullah bersabda kepada A‘rabi tersebut, Sungguh, engkau telah mempersempit rahmatAllah yang luas.
Dalam riwayat Ahmad dari hadits Abu Hurairah diceritakan   (A‘rabi yang pernah kencing di masjid  itu) mengatakan -setelah dia berilmu-, “Rasulullah ketika itu (peristiwa kencing) menasehatiku. Beliau tidak mencelaku, memarahiku, tidak pula memukulku”.
3. Dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Sufyan ketika beliau berdagang di negeri Syambeliau dipanggil oleh Heraklius  kaisar Romawi. Dan Heraklius mulai bertanya kepada Abu Sufyan  ketika itu beliau masih kafirtentang sosok RasulullahIa bertanya,”Apakah kalian pernah menuduhnya sebagai pendusta sebelum ia menyampaikan sesuatu  (risalah Islam)?”    Abu Sufyan menjawab,”   Tidak pernah.” Ia bertanya lagi,”Apa yang diperintahkannya kepada kalian?”   Abu Sufyan menjawab,”Dia memerintahkan untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak boleh menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapunmemerintahkan untuk meninggalkan ucapan nenek moyangmemerintahkan untuk menegakkan shalatzakatberkata jujur,menjaga harga dirimenyambung tali persaudaraan. . .” HRAl-Bukhari
Referensi:
“Ash Shahwah Al-IslamiyahDhawabith wa Taujihat”, Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin.
Buletin Islam Al-Ilmu edisi no: 14 / IV / IX / 1342

SELAYANG PANDANG MTs NEGERI PANGGUL


MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PANGGUL
KAB. TRENGGALEK


Adalah satu-satunya Madrasah setingkat SMP yang ada di Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek dengan status Negeri.  Madrasah ini berdiri pada tahun 1975, yang diawali dengan difusikannya PGA (Pendidikan Guru Agama) 4 tahun diganti dengan Madrasah yang sederajat dengan SMP yaitu Madrasah Tsanawiyah, yang madrasah ini adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri Trenggalek yang dikelas jauhkan (Filial) di Kecamatan Panggul yang berjarak kurang lebih 52 km dari Madrasah induknya.



Sesuai dengan perkembangan jaman pada tahun 1995 Madrasah ini sudah berstatus Negeri dan berubah namanya menjadi “Madrasah Tsanawiyah Negeri Panggul”. Mulai saat itulah MTsN Panggul berkembang sangat cepat, yang awalnya hanya terdiri dari 3 ruang kelas sekarang tahun 2010-2011 ini sudah menjadi 15 ruang kelas dengan jumlah siswa sebanyak 561 anak. MTsN Panggul tidak lagi menjadi pilihan kedua setelah SMP Negeri, tapi benar-benar Madrasah pilihan masyarakat di Kecamatan Panggul khususnya dan kecamatan-kecamatan lain pada umumnya. Siswa-siswinya berasal bukan hanya dari kecamatan Panggul saja, tetapi juga dari kecamatan-kecamatan lain seperti Kec. Dongko, Kec. Munjungan, Kec. Pule dan bahkan ada yang dari Kec. Sudimoro Kab. Pacitan.


 Tidak ketinggalan dengan sekolah-sekolah lain, MTsN Panggul juga menyajikan berbagai macam kegiatan, baik kegiatan rutin maupun kegiatan yang sifatnya insidental. Kegiatan tingkat madrasah, tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten yang dikelola oleh madrasah sendiri. Kegiatan tersebut misalnya, lomba MTQ, lomba kebersihan kelas untuk kegiatan tingkat Madrasah, Lomba MIPA dan B. Inggris SD/MI untuk tingkat Kecamatan, serta lomba Siaga Terampil untuk tingkat Kabupaten.


Demikian pula sebaliknya siswa-siswi MTsN Panggul ada yang terpilih untuk mewakili peserta lomba mulai dari tingkat Kecamatan sampai dengan tingkat Nasional. Tahun 2008 siswa MTsN Panggul terpilih sebagai peserta sepak takrow mewakili Indonesia ke Thailand, tahun 2008 terpilih sebagau wakil peserta Jambore Nasional di Cibubur dan tahun 2011 ini setelah melalui seleksi yang ketat di tingkat Kwarcab, akhirnya terpilih juga menjadi peserta Jambore Nasional di Luar Jawa, Palembang wakil dari Kabupaten Trenggalek.

 Pendek kata dalam berbagai kegiatan MTs Negeri Panggul jelas tidak ketinggalan, Marching Band “WAHDANADA” menjadi pelopor maraknya group-group drumband yang ada di kecamatan Panggul, yang selalu tampil dalam berbagai kegiatan baik peringatan hari besar nasional maupun Islami.


Keberhasilan Madrasah Tsanawiyah Negeri Panggul ini berkat kerjasama yang baik antara pihak madrasah dengan instansi lain, orang tua/wali murid serta kedisiplinan para guru dan pegawai serta siswa.




PUISI-PUISI INDAH



BEGITU ENGKAU BERSUJUD
Emha Ainun Najib
Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki alam makrifat
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika
bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid


AKU INGIN
Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

AKU
Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Yidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG
Emha Ainun Naijb
Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan
di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia
Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan
diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia,
yang teramat menyakitkan ini, denganmu
Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah
persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.